Menjaga Fitrah Anak, Menjadikannya Generasi Rabbani

14 Februari 2021

Oleh : Arsyis Musyahadah

mushida
Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan pembinaan generasi penerus. Salah satunya ditegaskan oleh Allah dalam Alquran, surat An-Nisa ayat 9.
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
“Setiap anak yang lahir dari rahim ibunya dalam kondisi fitrah. Karena dalam kondisi fitrah, seorang anak pada mulanya semua menyukai kebaikan (ma’ruf) dan membenci keburukan (mungkar),” terang Dra. Sri Rifiana dalam kegiatan parenting Muslimat Hidayatullah Sumatera Utara yang merupakan rangkaian acara Musyawarah Wilayah Mushida Sumut pada Ahad, 31 Januari 2021/18 Jumadil Akhir 1442 H.
Sebagai contoh, lanjutnya, yaitu anak-anak fitrahnya berlaku jujur, amanah, santun, tidak suka mencaci maki, tidak suka berbohong, dan tidak menyukai sifat-sifat yang tidak terpuji lainnya.
Hal tersebut sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Ar-Rum: 30
(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam bersabda: “Setiap anak dilahirkan dalam kondisi fitrah kecuali orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
Kata fitrah yang ada di dalam Alquran maupun hadis seluruhnya berkaitan dengan tauhid, serta berkaitan dengan agama yang sudah jelas yakni agama Islam. Dalam tafsrinya, Ibnu Katsir berkata, “Maka, sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan makhluk-Nya di atas fitrah, yaitu fitrah mengenal-Nya dan mentauhidkan-Nya, serta fitrah mengetahui bahwa tidak ada Tuhan selain-Nya.”
Maka, sesungguhnya orang tua harus senantiasa berupaya untuk membiasakan dan menjaga fitrah tersebut. Karena  fitrah itu harus tetap ada tertanam dalam diri anak. Kokoh dan kuat iman yang tak terkalahkan oleh hasutan syaitan dan duniawi yang menggiurkan.
Menurut Sri Rifiana, menjaga iman berarti menjaga fitrah generasi peradaban rabbani dan mengantarkan masanya yang gemilang di usia dini. Sehingga menjadi generasi yang imani. Imam Ali Radhiyallaahu ‘anhu berkata:
“Jagalah imanmu dari keraguan, karena keraguan merusak iman, seperti garam merusak manisnya madu. Siapa yang banyak ragunya maka rusaklah agamanya.”
Kepala MI Swasta Luqman Al-Hakim ini menyampaikan beberapa langkah yang dapat dilakukan orang tua dalam menjaga fitrah anak.
Pertama, orang tua harus bertaqwa kepada Allah, dengan bersungguh-sungguh dalam menaati perintah dan menjauhi larangan-Nya. Mendidik anak sesuai dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh Allah, yakni meliputi pendidikan ketauhidan serta akhlak mulia.
”Anak harus mengetahui apa yang boleh dilakukan dan apa yang harus ditinggalkan melalui teladan langsung dari orang tuanya,” imbuhnya.
Kedua, mengucapkan perkataan yang benar, jujur, dan tidak berdusta. Berani mengakui kesalahan di depan anak untuk berbenah dan bukan untuk berkelit. Juga berani meminta maaf apabila kita melakukan kesalahan, dan hal-hal positif lainnya.
Upaya ini juga harus didukung dengan mendidik anak di rumah dengan pendidikan yang sesuai dengan syariat Islam.
“Bila sudah waktunya masuk jenjang sekolah, maka memasukkan anak ke sekolah yang mendukung berkembangnya fitrah anak sesuai syariat Islam. Orang tua harus senantiasa mencarikan lingkungan yang baik, sehingga anak akan tumbuh dengan baik pula,” pungkas Ketua Majelis Murobbiyah Muslimat Hidayatullah Sumatera Utara.
Sudahkah kita menjaga fitrah anak-anak kita dari rusaknya zaman ini? Semoga Allah Ta’ala senantiasa membimbing kita. Amin */Evhie Emzhet