(Balikpapan, mushida.org) Jati diri merupakan kategori suprastruktur yang termasuk warisan paling mendasar bagi sebuah harakah. Hidayatullah menggunakan istilah jati diri agar tidak sama dengan lembaga lain. Jika sebuah gerakan tidak mewariskan suprastruktur maka akan mudah untuk ditumbangkan baik dari dalam maupun dari luar.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum DPP Hidayatullah, Dr. Nashirul Haq, Lc., M.A sebagai taujih dalam Rakernas Muslimat Hidayatullah pada 20/11/2023 di Asrama Haji Balikpapan, Kalimantan Timur.
Ia menyebutkan pentingnya memahami jati diri sebagai surpastruktur, pengurus organisasi yang mencakup struktur, dan infrastruktur yang mencakup fasilitas sarana prasana.
“Pengurus dalam struktur tidak menimbulkan masalah yang berat jika ada pergantian. Infrastruktur bukan hal yang mendasar dalam organisasi. Namun jika jati diri sebagai surpastruktur tidak dikuatkan, itulah yang akan menjadi ancaman yang dapat melemahkan organisasi. Tantangan yang lebih besar adalah tantangan internal itu sendiri,” jelasnya di hadapan Peserta Rakernas yang terdiri dari Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah, dan Kepala Sekolah TK yang direkomendasikan.
Sistematika Wahyu mengandung tiga aspek yaitu aspek dirosiyah, aspek amaliyah, dan aspek manhajiyah. Pada aspek dirosiyah, siapapun boleh mengkaji ayat Sistematika Wahyu. Aspek amaliyah merupakan penerapan atau pengamalam SW pada kehidupan sehari-sehari. Adapun aspek manhajiyah menjadikan SW sebagai manhaj.
“Pengontrolan aspek amaliyah melalui sistem yang dibuat. Suprastruktur bisa diwariskan melalui sistem. Namun realitas saat ini hasil kontrol baru terlihat secara kuantitatif bukan kualitasnya,” tuturnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa seseorang yang diberikan amanah harus menjalankan amanah dengan sebaiknya secara profesional karena Allah menyukai seseorang yang melakukan sesuatu secara sempurna.
“Cara menghilangkan sifat wahn dalam diri manusia adalah loyalitas terhadap komitmen dalam melaksanakan aturan atau perintah Allah,” sebutnya.
Untuk menyambut gelaran Silatnas, beliau menuturkan bahwa mental yang harus dibangun pada kegiatan Silatnas seperti berada di Musdalifah, karena perbekalan dipersiapkan secara mandiri oleh kader.
“Semua orang mempunyai peluang untuk mendaptakan nilai plus dari Rabbnya melalui amal-amal yang dilakukan tanpa diketahui oleh orang lain. Sebab kebaikan yang disembunyikan nilainya lebih baik di sisi Allah,” imbuhnya.
Terakhir beliau mengajak para peserta yang hadir untuk menjadi hamba yang istimewa di hadapan Allah, dengan berazzam melakukan kebaikan tanpa diketahui oleh yang lain. Semoga bisa diamalkan dengan istiqomah.