(Balikpapan, mushid.org) Keputrian Muslimat Hidayatullah menjadi wadah pembinaan anak putri dari usia tujuh tahun hingga remaja yang belum menikah. Anggota Keputrian Muslimat Hidayatullah terhitung saat usia 17 tahun ke atas dan menjadi titik fokus pembinaan di Keputrian.
Keputrian Muslimat Hidayatullah menyelenggarakan Temu Kader dengan tema “Menapaktilasi Kiprah dan Jejak Kepemimpinan Mushida Menuju Peradaban Islam” pada 25/11/2023 di Aula STIS Hidayatullah Putri, Balikpapan.
Dalam mewujudkan visi Membangun Keluarga Qur’ani para Pemimpin Muslimat Hidayatullah telah menapaki jejak kepemimpinan dengan penuh semangat pengorbanan, integritas, ketulusan hati yang menjadikan mereka teladan bagi generasi yang akan datang.
Kegiatan Temu Kader Keputrian yang merupakan bagian dari helatan Silaturahmi Nasional Hidayatullah ini dihadiri oleh lebih dari 100 kader se-Indonesia.
“Melalui serangkaian kegiatan dan diskusi ini, kita akan menjelajahi nilai-nilai dan visi yang telah menjadi landasan Muslimat Hidayatullah dalam memperjuangkan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu pada kesempatan ini, mari kita tingkatkan kebersamaan dan semangat untuk terus merajut ukhuwah dalam membangun peradaban Islam yang menebarkan kasih sayang dan perdamaian,” sebut Mutiah Najwati, Ketua Departemen PP Muslimat Hidayatullah dalam sambutan yang disampaikan.
Ia berharap acara ini menjadi momentum berharga untuk mempererat tali silaturahmi, memperluas wawasan, dan menginspirasi setiap individu untuk berkontribusi maksimal dalam memajukan peradaban umat manusia.
Temu Kader Keputrian menghadirkan tiga tokoh yang pernah memimpin Muslimat Hidayatullah, di antaranya ialah Dr. Sabriati Aziz, M.P.I (2000-2010), Dr. Reni Susilowati, M.Pd.I (2010-2020), dan Hani Akbar S.Sos.I (2020-sekarang).
Ketiga narasumber tersebut menceritakan pengalaman bagaimana mereka bergabung dengan Hidayatullah dan memutuskan untuk berjuang dan mengabdi di lembaga ini.
Ketua Umum PP Mushida periode 2000-2010, Sabriati Aziz mengatakan bahwa awalnya ia tertertarik dengan Hidayatullah saat menjadi mahasiswa aktivis HMI yang concern pada bidang sosial. Ia juga mengaku lebih mengenal Hidayatullah setelah menikah.
“Saya tertarik dengan Hidayatullah karena telah mengajarkan diri saya untuk menjadi seorang hamba dan khalifah fil ardh. Hidayatullah mendidik saya untuk bisa menghargai orang lain dan tidak bersikap angkuh terhadap orang lain,” ungkapnya.
Narasumber kedua, Ketua Umum PP Mushida periode 2010-2020 yang mengenal Hidayatullah sejak di bangku kuliah menjelaskan kepada para kader bahwa keberadaan kita harus memberi manfaat untuk yang lain. Keberadaan kita harus dirindukan oleh umat.
“Ketika kita masuk dalam sebuah jamaah maka insya Allah kita akan terjaga. Hidayatullah dapat melahirkan kader yang bisa menjadi teladan yang baik. Itulah mengapa saya bisa jatuh hati dengan Hidayatullah,” imbuh Reni Susilowati.
Sama halnya dengan kedua narasumber, Ketua Umum PP Mushida, Hani Akbar juga membagikan perjalanannya dalam mengenal Hidayatullah saat menjadi aktivis organisasi lain hingga menjadi santri awal Hidayatullah Gunung Tembak Balikpapan, Kalimantan Timur.
“Pendiri Hidayatullah Ustadz Abdullah Said menyamakan para santri putri kala itu dengan Maryam binti Imran yang selalu beribadah kepada Allah di mihrabnya. Santri putri yang selalu menjaga akhlak, tutur kata, dan ibadahnya. Sehingga jika terjadi sesuatu yang kurang baik, maka Ustadz Abdullah Said selalu meminta santri putri untuk menggiatkan shalat lailnya,” ungkap Hani Akbar.
Sebagai generasi penerus, seorang kader akan merenungkan bagaima caranya melanjutkan perjuangan ini dan istiqomah menjaganya. Dari cuplikan kisah yang dituturkan para pemimpin Muslimat Hidayatullah ini, harapannya kader Keputrian dapat mengambil inspirasi dan teladan dari para pendahulu untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi umat, bangsa dan negara.