Dia yang katanya istimewa, kabar akan kedatangannya sudah ku dengar bahkan jauh-jauh hari. Mengapa aku hanya biasa saja menanggapinya, seolah yang datang tidaklah istimewa di hati. Hingga hari kedatangannya pun tiba, euforia malah nampak dari orang-orang di sekelilingku, tapi tidak denganku.
Pintu pun akhirnya kubuka, tampak senyum yang terkembang seraya berkata, “Izinkan aku menemanimu sementara waktu, sampai tiba waktuku untuk kembali.”
Dan aku masih dengan sikap yang biasa saja seolah tak ada yang istimewa.
Malam pertama kedatangannya, dengan suara lembutnya dia berkata, “Tidakkah kau tahu aku datang membawa cinta yang tak akan kau dapatkan selain dari kedatanganku? Bahkan kau tak akan menemukan cinta itu setelah aku kembali nanti.”
“Hmmm,” aku bergeming.
Hari-hari pun berjalan dan dia masih setia menemani.
“Tahukah, betapa kurindu sujudmu bersamaku malam ini?”
“Sudahlah.” Aku kembali menarik selimut yang menghangatkan badanku.
“Tahukah kamu, ku rindu suaramu membacakan ayat-ayat cinta yang dapat tenangkan hatimu.”
“Yaaaa nanti saja, Bukankah kau masih lama menemaniku,” sahutku lagi.
“Bangunlah, sahurmu sudah menanti.”
“Yaaa, sabaaar.”
“Tidakkah kau sedang berpuasa hari ini?”
“Ya, lantas kenapa?”
“Tahukah kamu apa yang aku sukai ketika kau berpuasa bersamaku?”
“Ya, aku tau.” Jawabku datar.
“Lantas, mengapa kau abaikan aku dan memilih sibuk dengan gawaimu? Mengapa kau abaikan aku? Mengapa kau sia-siakan kedatanganku yang bahkan kau tak tau aku akan datang lagi atau tidak padamu?”
“Sujudmu, puasamu, ayat – ayat yang kau bacakan, semua untukmu, luasnya ampunan, terhapusnya dosa, terbukanya pintu surga, berlipatgandanya pahala kebaikan, itu yg telah Rabbmu janjikan padamu, tidakkah kau sadari itu?”
“Tunjukkan padaku. Cinta mana lagi yang bisa melebihi cinta-Nya padamu. Sebesar itukah rasa percaya dirimu dengan amalmu, sehingga kau benar-benar merasa tak membutuhkanku.”
“Bangunlah, sadarlah. Jangan sampai kau baru terbangun ketika aku harus beranjak pergi.”
Seketika aku terhenyak, aku yang masih berkutat dengan rutinitas duniaku yang seakan tiada henti dan terlupa akan keringnya ruhku.
“Maaf, maafkan aku yang telah mengabaikanmu, temani aku satu malam lagi saja, akan ku perbaiki semuanya.” Aku yang sambil tertatih-tatih berlari mengejarnya yang perlahan meninggalkanku.
يٰٓاَيُّهَا الْمُزَّمِّلُۙ
قُمِ الَّيۡلَ اِلَّا قَلِيۡلًا
نِّصۡفَهٗۤ اَوِ انْقُصۡ مِنۡهُ قَلِيۡلًا
Lantunan bacaan Bilal Attaki yang menjadi ringtone alarmku seketika membangunkan lelapnya tidurku.
Ya Allah, mampukan kami, teguhkan hati kami menunaikan amalan-amalan terbaik yang bisa kami tunaikan di Ramadhan yang Engkau muliakan ini. Jadikanlah kami menjadi bagian dari orang-orang yang bertaqwa, sebagaimana yang Engkau janjikan. Aamiin.
*/Wulansari, Ketua Departemen HAL PP Mushida