“Sesungguhnya hartamu dan anak- anakmu hanyalah cobaan bagimu dan di sisi Allahlah pahala yang besar.” (QS. At.Thagabun: 15)
Jika kita mendapatkan tugas dari sebuah perusahaan, sebuah organisasi, sebuah proyek penting atau sekolah atau apa saja, apa yang akan kita lakukan? Bukankah kita akan membuat sesuatu yang tertulis dengan jelas. Kita akan membuat rencana sebuah pekerjaan dengan menentukan visi, misi, tujuan, target pencapaian, bagaimana cara melaksanakan, bagaimana cara mengatur waktu jadwalnya, bagaimana strateginya, bagaimana komunikasinya, siapa yang akan melaksanakan.
Kita juga akan menentukan tim yang solid yang siap dengan rencana dan tujuan yang diharapkan, menentukan pelatihan apa yang cocok untuk diikuti untuk hasil yang maksimal, berapa anggaran yang diperlukan dan bagaiamana cara mengevaluasi dalam rapat kerja yang terjadwal dan lain sebagainya.
Begitu banyak tahapan yang harus kita lalui untuk mendapatkan apa yang sesuai dengan rencana awal untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Bagaimana seharusnya ketika kita yang mendapatkan titipan atau amanah (anak) yang sangat berat dan harus mempertanggungjawabkan di hadapan Allah? Sungguh ini bukan pekerjaan yang mudah, perlu persiapan yang sangat matang dan ilmu yang terus dipelajari untuk dapat menghantarkan anak menjadi pribadi yang diridhoi Allah dan Rasul-Nya.
Begitu banyak harapan kita sebagai orang tua agar anak yang kita didik menjadi anak yang cerdas, hebat, sehat, sholih dan sholihah, namun kita juga kadang terlupa untuk menanyakan atau bertanya apa harapan anak-anak terhadap kita sebagai orang tua.
Seorang anak hadir melalui proses diundang oleh kedua orang tuanya dan ketika Allah menghendaki maka hadirlah ia. Seberapa keraspun usaha yang dilakukan untuk mendapatkan atau mencegahnya, sudah selayaknya sebagai tamu istimewa yang kehadirannya menjadi sebuah tugas dari Allah perlu usaha yang istimewa pula dalam melaksanakan tugas (mendidiknya).
Kabar baiknya adalah ketika kita dapat melakukan tugas istimewa ini kelak di akhirat akan menjadi penolong orang tuanya di depan pengadilan-Nya, mengalir untuk orang tua pahala atau amal yang tak terputus dan bahkan menghadiahi kita sebagai orang tua mahkota surga seperti yang dijanjikan oleh Allah SWT.
“Anak adalah tamu istimewa yang kita undang untuk hadir dalam kehidupan kita atas kehandak dan persetujuan dari Allah.”
Prinsip Pengasuhan
Manusia lahir dengan fitrah yaitu suci dan berpotensi baik. Fitrah tauhid bukan seperti kertas yang kosong yang melainkan jiwanya telah bersaksi akan keesaan Allah. Bayi pada usia dini menyukai kelembutan dan akan menangis atau takut ketika mendengar suara yang keras. Akan tenang ketika mendapatkan sentuhan kasih sayang. Semangat dan pantang menyerah ketika menjalani proses menyusui dini untuk menjemput rezeki untuk bertahan hidup.
Maka sudah menjadi tugas orang tua untuk menjaga potensi baik agar tetap baik atau mengupayakan agar lebih baik. Pintu utama dari potensi baik ini adalah percaya kepada Allah SWT. Kepercayaan memiliki berbagai tingkatan, melalui iman ini pula akan tumbuh atau terbuka sifat perilaku yang diperintahkan dan tertutupnya sifat yang dilarang Allah SWT.
Fokus pengasuhan dan pendidikan ada tiga hal penting yaitu:
- Bersyukur, syukur kunci kesehatan mental perisai dari kesombongan dan penyelamat dari rasa rendah diri.
- Bertumbuh menjadi lebih baik, memahami bahwa hari ini harus diupayakan lebih baik dari hari kemarin, kemauan yang harus tumbuh dengan sendirinya akan menghasilkan pencapaian-pencapaian baik dan menumbuhkan keinginan untuk bersinergi karena tidak didasari dendam, nafsu untuk merendahkan orang lain.
- Kebermanfaatan, posisi tertinggi dari hasil pengasuhan dan pendidikan yang berfokus pada potensi baik, bukankah sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya? Dan di sinilah fungsi manusia sebagai wakil Allah di muka bumi.
Adapun yang perlu dilakukan orangtua untuk menjaga potensi baik ini adalah menjadi teladan, selalu mengingatkan dan instropeksi serta memperbaiki diri.
Orang tua memberikan contoh perilaku yang baik yang dikehandaki Allah agar bisa ditiru anak, mengingatkan adalah menumbuhkan kembali kesadaran atas janji yang telah terucap kepada Ilahi Rabbi. Memperbaiki saat anak melangkah di alur yang keliru dengan segera anak untuk dibimbing kembali ke jalan yang lurus.
Jika kita selalu memaksimalkan pekerjaan di perusahaan, di kantor, di sekolah yang dinilai oleh manusia, maka ketika tugas mulia yang diberikan oleh yang Maha Pemberi Kehidupan juga harus diusahakan maksimal dan berkali lipat karena Sang Penilai sesungguhnya adalah Allah SWT. Dan hanya kepada-Nya lah segala sesuatu dipertanggungjawabkan.*/Ruspayanti, Ketua Departemen Pendidikan PP Mushida