Departemen Pendidikan PP Muslimat Hidayatullah menyelenggarakan Webinar bertajuk “Kurikulum Integral Berbasis Tauhid dalam Pembelajaran” pada 11 Mei 2024/3 Dzulqa’dah 1445 H.
“Kurikulum Integral Berbasis Tauhid adalah kurikulum yang bertujuan mengembangkan seluruh aspek ruhiyah, aqliyah, dan jismiyah dalam rangka membangun manusia menjadi hamba dan khalifah-Nya,” papar Ketua Umum PP Mushida, Hani Akbar, sebagai pemateri pada acara yang dihadiri oleh Kepala Sekolah dan Guru PAUD Mushida se-Indonesia tersebut.
“Sejauh ini Pendidikan Hidayatullah menerapkan Kurikulum Integral Berbasis Tauhid (KIBT) karena kondisi dan permasalahan yang ada dalam pendidikan Indonesia saat ini yang sangat dipengaruhi oleh Barat. Sehingga melahirkan generasi yang jauh dari agama,” ungkapnya.
Untuk diketahui, fase pra tamyiz merupakan fase yang penting dalam kehidupan manusia. Fase ini merupakan pondasi yang sangat berperan bagi fase-fase berikutnya.
“Secara ilmiah, dilihat dari perkembangan otak, bahwa saat anak diajak bicara atau diperdengarkan asma-asma Allah, semua neuron atau sel saraf dapat tersambung dengan cepat,” urainya di hadapan peserta webinar yang terdiri dari lebih dari 300 partisipan.
Apa saja aspek yang dapat diintegrasikan? Di antaranya integrasi keyakinan, pemikiran, dan perbuatan. Integrasi sumber pembelajaran yaitu aqidah, akhlak, dan syariah. Integrasi lingkungan belajar sekolah, keluarga, dan masyarakat.
“Adapun Pendidikan Integral Berbasis Tauhid berdasarkan Sistematika Wahyu sebagai manhaj dengan menanamkan aqidah pada anak, mengenalkan hakikat Rabb, alam dan manusia,” imbuhnya.
Lebih jauh, beliau menjelaskan bahwa metode KIBT yang dilakukan setiap pembelajaran diawali dengan proses tilawah yang melahirkan kesadaran dalam bertauhid. Proses tazkiyah agar terhindari dari maksiat. Proses ta’limah dengan mengajarkan Qur’an dan sunnah yang melahirkan insan kamil.
“Sebagai guru, kita harus memperhatikan dan menjaga adab sebelum mengajar, istiqomah dalam beribadah, berdzikir, dan tilawah. Agar Allah memberikan ilmu sehingga kita bisa mendidik murid dengan baik,” imbaunya sebelum mengakhiri materi.
Hal ini sejalan dengan kata mutiara yang mengungkapkan bahwa
الطَّرِيْقَةُ اَهَمُّ مِنَ الْمَادَّةِ, وَالْمُدَرِّسُ اَهَمُّ مِنَ الطَّرِيْقَةُ, وَرُوْحُ الْمُدَرِّسُ اَهَمُّ مِنَ الْمُدَرِّسِ نَفْسِهِ
“Metode itu lebih penting dari materi ajar, dan guru lebih penting dari metode, tetapi ruh (jiwa) seorang guru itu lebih penting dari guru itu sendiri.”
Ruh guru dapat diisi dengan ibadah nawafil seperti sholat lail dan tilawah Al-Qur’an. Hal inilah yang menambah kualitas seorang pendidik.
“Untuk memajukan pendidikan, kita tidak bisa berdiri sendiri. Mari kita saling bersinergi antar sekolah, keluarga, dan lingukungan. Mengingat ruh guru adalah hal yang paling penting, semoga dengan adanya pencerahan atau pembinaan yang diberikan oleh guru, bisa mengantarkan anak-anak kepada tujuan pendidikan yang sesungguhnya,” tutur Ruspayanti, Ketua Departemen Pendidikan PP Mushida sekaligus penyelenggara webinar kali ini.