Peran Muslimat dalam Kepemimpinan Keluarga

14 Desember 2015

Oleh : admin

mushida

Oleh Sulastri*

BERBICARA tentang wanita sebagai individu dan sebagai istri. Kadangkala peran wanita sering mengalami tumpang tindih karena keduanya pada satu waktu bisa berjalan bersamaan.

Dan, kedua hal tersebut, seringkali tidak disadari oleh para wanita. Disinilah letak kehebatan wanita dimana kemampuan generik itu tak dimiliki oleh umumnya lelaki.

Maka disinilah dibutuhkan kedewasaan dan kemampuan kaum wanita -terlebih lagi laki-laki- untuk memahami kondisi tersebut. Sehingga, semua akan berjalan baik. Kemampuan mengkolaborasi peran-peran mulia kodrati tersebut merupakan tantangan wanita shalihah.
   
Sebagai individu, wanita memiliki tanggungjawab terhadap diri sendiri. Sebab, sejatinya, setiap individu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya selama hidup di dunia.

Rasullullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan ditanya terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin dari keluarganya dan akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanya tentang orang yang dipimpinnya. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya” (HR. Bukhori dan Muslim).
   
Sebagai individu, wanita juga memiliki kewajiban untuk menuntut ilmu dalam rangka mengembangkan pengetahuan diri tentang apa saja, terlebih lagi ilmu agama (diniyah). Siapapun muslimat pasti mendabakan kehidupan yang bahagia dunia-akhirat dengan berpedoman pada syariat Islam.

Karena itulah, Allah dan Rasul-Nya memerintahkan tiap muslim dan muslimat untuk menuntut ilmu, seperti sabda Rasulullah yang artinya: “Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim dan muslimah“ (HR. Ibnu Majah).
   

Ketika seorang pria atau wanita telah tiba waktunya untuk menikah, maka mereka hendaknya sudah memiliki bekal untuk mengarungi lautan bahtera rumah tangga. Rasulullah pernah memberikan kriteria-kriteria wanita yang umumnya didambakan oleh kebanyakan pria yakni karena kecantikannya, keturunannya, kekayaannya, dan kebaikan agamanya.

Tetapi Rasulullah menegaskan: “Hendaklah engkau memilih wanita yang baik agamanya, niscaya engkau akan beruntung (HR. Bukhari dan Muslim).
     
Wanita memiliki hak yang sama dengan pria dalam beramal shaleh dan tidak ada perbedaan di hadapan Allah Ta’ala dalam hal tersebut. Karena masing-masing akan mendapatkan pahala sesuai dengan amalannya.

Hal tersebut sebagaimana diterangkan dalam firman Allah dalam surah An Nisa ayat 124 yang artinya:

“Dan barangsiapa mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedangkan dia beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak didholimi sedikit pun“.
     
Dalam firman Allah Ta’ala yang lain, juga menegaskan demikian. Seperti dinukil surah Al Ahzab ayat 35 yang artinya:

“Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, perempuan dan laki-laki mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”.
     
Pentingnya Ilmu

Wanita mukmin yang berilmu dengan yang tidak berilmu tentu tidaklah sama. Maka demikian, wanita yang berilmu bila sudah menikah akan menjalani hidupnya dengan sadar bahwa dirinya telah menjadi istri dari suami yang telah menikahinya.

Pada saat wanita sudah menikah maka status diri sudah berubah menjadi istri dan oleh karena itu wanita sudah berkewajiban untuk berkhikmad kepada suami hanya karena Allah semata bukan manusia. Dalam firman Allah yang artinya:

“Dan diantara tanda-tanda (kebesaranNya) ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya. Dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir” (QS. Ar Rum: 21).
     
Dalam surah Qur’an yang lainnya Allah Ta’ala berfirman yang artinya:

“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan, mereka (istri-istri) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS. An Nissa’: 21).

Betapa jelas firman Allah tersebut bahwa pernikahan merupakan ikatan yang kuat dalam rangka membentuk keluarga yaitu baik suami maupun istri yang tidak ada paksaan dalam mengikat janji suci antar keduanya. Susah-senang dijalani bersama tanpa menyalahkan satu sama lain.

Pernikahan terjadi karena sudah ada kesepakatan bersama untuk saling percaya. Di dalam proses perjalanan menjalani hidup berkeluarga, kadang tidak selalu seperti yang diharapkan. Oleh karenanya, dibutuhkan komitmen suami-istri agar satu sama lain tidak terlalu mudah menuntut pada pasangannya.

Harus disadari bahwa masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Begitu juga dengan hak dan kewajiban. Istri memiliki hak dan kewajiban terhadap suami begitu juga sebaliknya. Akan tetapi, bisakah bangunan keluarga dibangun di atas pondasi hak dan kewajiban semata? Tentu tidak.

Oleh karenanya, pasca mengikat janji suci, hubungan istri terhadap suami adalah lahir dan batin yang mesti terikat secara total. Dan, itu artinya, dalam suka dan duka, istri harus setia mendampingi suami dan juga sebaliknya. Demikianlah, karena tujuan hidup berkeluarga baik bagi suami maupun istri tidak sebatas mencari kebahagian atau kesenangan semata.
     
Rasulullah bersabda tentang istri yang shalihah dambaan para suami:

“Jika dilihat suami menyenangkan, jika diperintah suami dia taat, jika suaminya sedang pergi ia mampu menjaga harta dan kehormatan, dan tidak akan pernah memasukkan ke dalam rumahnya lelaki yang bukan mahramnya“ (HR. Abu Daud).
     
Dengan demikian, wanita diciptakan Allah dengan tujuan agar wanita mampu memberikan ketentraman kepada laki-laki. Manakala suami sedang dalam kondisi tidak tenang, resah, dan gelisah, maka istri harus mampu memberikan ketenangan, hiburan, dan siap menjadi tempat bagi suaminya untuk berkeluh-kesah mengungkapkan perasaannya.

Istri merupakan pelabuhan bagi suami. Disanalah tempat suami menyandarkan kapal sebagai tempat istirahat, menghilangkan segala kepenatan selepas berlayar dengan berbagai problem selama dalam pelayaran.

Istri merupakan partner bagi suami dalam mengarungi samudera kehidupan yang terbentang luas. Semakin ke tengah semakin besar pula gelombang yang menerjang. Oleh karenanya dibutuhkan kerja sama yang baik agar sampai tujuan dengan selamat. Karena sejatinya setiap muslim hidup mulia di dunia dan bahagia di akhirat. Insya Allah.
____________
SULASTRI, penulis adalah Ketua DPW Muslimat Hidayatullah Jawa Timur.