Percik Hikmah Surah Al Kahfi, Gapai Ridha Ilaahi Robbi

01 Desember 2015

Oleh : admin

mushida

Oleh Sarah Zakiyah

SUDAH tak asing lagi di telinga tentang keutamaan yang dimiliki surah Al-Kahfi. Sehingga membacanya di malam atau hari Jum’at menjadi mustahabbah. Beberapa hadits memuat tentang keutamaannya diriwayatkan oleh Imam Hakim dalam Al-Mustadrok dan Imam Baihaqi dalam Sunannya

عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
( مَنْ قَرَأَ سورة الْكَهْفَ يَوْمَ الجمعة أضَاءَ له مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمْعَتَيْنِ )
رواه البيهقي والحاكم وصححه الألباني

“Barangsiapa membaca surah Al-Kahfi di hari Jum’at, (maka) dia akan disinari cahaya di antara dua Jum’at “ (HR. Baihaqi dan Hakim)

Juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shohihnya
عن أَبِى الدرداء أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قال : (مَنْ حَفِظَ عَشْرَ آياتٍ مِنْ أَوَّلِ سُوْرَةِ الْكَهْفِ عُصِمَ مِنَ الدجَّال )
قال شُعبة : مِنْ آخِرِ الْكَهْفِ

Dianjurkannnya surah Al-Kahfi untuk dibaca tidaklah terlepas dari hikmah besar yang terkandung di dalam surah yang sebagian besar ayatnya terdiri dari kisah-kisah ini. Dari 110 ayat dalam surah Al-Kahfi, 71 ayatnya berupa cerita tentang kisah-kisah, yaitu kisah ashaabul kahfi, kisah pemilik dua kebun, sepenggal kisah Nabi Adam, kisah Nabi Musa dan Khidr, dan kisah Dzulqorain.

Dikatakan dalam hadits di atas, bahwa barangsiapa yang dapat menghafal awal surah atau akhir surah Al-Kahfi, maka akan terbebas dari fitnah dajjal.

Yang dimaksud bukan semata masalah hafal awal atau akhir surah, tapi bagaimana kandungan hikmah yang terdapat di dalamnya dapat dipahami, menjaga, dan mengantar pembaca terbebas dari fitnah besar akhir zaman, yaitu fitnah al-Maasih Addajjal, sebagaimana dikatakan Imam Nawawi dalam Al-Minhaj Syarh Shohih Muslim bab 44 dalam keterangan hadits nomor 257:

“Sebab dari itu semua adalah, adanya keajaiban dan tanda-tanda kekuasaan Allah yang terdapat pada ayat-ayat tersebut, maka siapa saja yang membaca dan mentadabburinya dia akan terbebas dari fitnah dajjal”

Fitnah (فتنة ) yang dimaksud dalam pembahasan ini berarti ujian ( ابتلاء ) sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah “  وَ نَبْلُوْكٌمْ بِالشَّرِّ وَالخَيْرِ فِتْنَةً “. Ujian yang menghadang manusia dalam kehidupan dunia ini sangatlah banyak.

Dan, sejatinya, kehidupan itu sendiri merupakan ujian. Saking beratnya ujian yang akan dihadapi manusia, Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam- menganjurkan kita untuk memohon perlindungan dari beberapa fitnah setiap kita mendirikan sholat,

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم  ((إِذَا تَشَهَّدَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَعِذْ بِاللهِ مِنْ أَرْبَعٍ يَقُولُ: اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ))

“Apabila salah satu kalian berada dalam tasyahud akhir, maka hendaklah dia berlindung kepada Allah dari empat hal, hendaklah dia berdoa ya Allah aku berlindung dari siksa jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah hidup dan mati, juga dari keburukan fitnah almasiih addajjal”

Empat kisah yang terdapat dalam surat Al-Kahfi memberikan pelajaran kepada kita tentang bagaimana bersikap saat dihadapkan pada empat macam ujian dunia, hingga akhirnya kita siap saat Allah berkehendak mempertemukan kita dengan keburukan fitnah dajjal. Inilah Al-Qur’an , yang memberikan manusia pelajaran melalui kisah benar yang terabadikan.

Kisah Ashaabul kahfi
Ashaabul kahfi atau penghuni guwa adalah kisah yang terbentang dalam surah Al Kahfi dari ayat 9–26. Para pemuda yang jumlahnya 7 orang (menurut pendapat paling kuat), berlindung kepada Allah dari kedzoliman penguasa saat itu. Hingga kemudian Allah mengabulkan permohonan mereka dengan menidurkan mereka di dalam sebuah gua selama 309 tahun.

Terlepas dari perdebatan tentang kisah mereka, ada hikmah yang dapat kita ambil dari kisah ini. Mereka sangat teguh dalam menjaga dien yang mereka yakini di saat situasi dan kondisi sangat sulit untuk tetap memegangnya, sebagaiamana yang Allah firmankan pada ayat 14:

“Dan Kami meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran”.
Inilah ujian keimanan yang tidak mudah. Allah mengajarkan kepada kita untuk tetap memegang teguh keimanan sesulit apapun keadaan yang dihadapi, sebagaimana yang telah dicontohkan para pemuda ashhaabul kahfi

Kisah pemilik dua kebun
Cerita ini dikisahkan dari ayat 32-44. Gambaran kebun yang menyejukkan mata saat memandangnya terlukis indah dalam kisah ini. Dua kebun yang lebat buahnya, tak pernah absen dalam memberikan hasil, aliran sungai yang mengalir di antara keduanya cukuplah menjadi kebanggaan pemiliknya.

Namun, keindahan yang menentramkan hati dan hasil yang membanggakan itu disikapi salah oleh pemiliknya. Dia merasa dan meyakini apa yang dia miliki saat itu akan abadi, dia ingkari keberadaan assa’ah (hari kiamat) yang dengan mengingkarinya berarti mengingkari kuasa Allah juga.

Nasihat teman dia abaikan, hingga akhirnya doa sang teman dikabulkan oleh Allah. Tersisa penyesalan mendalam karena dua kebun indah miliknya berubah tanah yang porak-poranda, akibat kesombongan yang dia ungkapkan dan pengingkaran akan kuasa Allah atas amanah harta yang diberikan padanya.

Ujian akan harta yang dimiliki manusia, adalah model ujian lain yang ditemui dalam kehidupan manusia. Dengan kisah ini, Allah memberi contoh konkret akan kuasa-Nya, memberi pelajaran bahwa segala hal yang dimiliki manusia di dunia ini adalah titipan belaka. Kita, manusia hanya perlu bersyukur, menundukkan diri, mengakui dan berkata “Maa syaa Allah, tiada kekuatan kecuali karenaNya, Dialah Allah tiada sekutu bagiNya”.

Kisah Nabi Musa mencari ilmu
Kisah ini terdapat pada ayat 60-82. Menurut satu hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori dan dilampirkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya, tafsiir Al-Qur’an al-Adzim dalam penjelasan kisah ini, Nabi Musa sedang khutbah di tengah bani Israil, lalu beliau ditanya “ siapakah orang paling berilmu?“

Beliau (Musa) menjawab, ”saya”. Maka Allah mencela beliau karena tidak menyandarkan ilmu pada Allah. Lalu memerintahkan beliau menemui seorang hambaNya yang bernama Khidr.

Pengembaraan mencari ilmu bersama Khidr berakhir setelah tiga pelajaran beliau dapatkan. Pengembaraan ilmu itu berakhir karena Nabi Musa tidak sabar menahan diri, memenuhi janji untuk tidak bertanya hingga Khidr sendiri yang menceritakan kepadanya.

Ujian akan ilmu adalah bentuk ujian lain yang manusia hadapi dalam kehidupan ini. Betapa banyak manusia yang terjerumus dalam ilmu yang dimiliki. Hingga akhirnya membawa manusia pada kekufuran.

Saat memiliki ilmu, manusia lupa bahwa di atasnya masih ada yang lebih mengetahui darinya, lupa bahwa Allah-lah Pemilik ilmu sesungguhnya.

Inilah pentingnya menyadari bahwa barometer ilmu adalah ‘khosyyah / خشية sebagaimana firman Allah  إنما يخشى الله من عباده العلماء. Semakin tinggi khosyyah, semakin tinggi ilmu yang dimiliki. Sehingga tidak sedikit pun kesombongan ada dalam hati atas ilmu yang dimiliki.

Kisah Dzulqornain
Dzulqornain (terlepas dari perdebatan siapa dia sesungguhnya), telah diberi oleh Allah kerajaan yang megah, kekuasaan yang meliputi timur dan barat, ilmu, kearifan dalam memimpin dan kemuliaan akhlak, yang dengan hal tersebut dengan mudah ia menguasai dan dicintai.

Dzulqornain memiliki segala materi duniawi, tapi ia tetap tunduk pada Allah. Terbukti saat satu kaum minta kepadanya untuk membangunkan dinding pemisah antara mereka dan Ya’juj Ma’juj dengan upah besar, ia berkata, ”Apa yang Allah berikan untukku lebih baik…”.

Dan, setelah dinding pemisah itu selesai Dzulqornain berkata penuh kerendahan, “Ini adalah rahmat dari Robbku, maka jika janji Robbku datang, Dia akan menjadikan (dinding itu) hancur rata dengan tanah, dan janji Robbku adalah benar”

Kekuasaan, merupakan ujian lain yang menghadang manusia di alam fana ini. Sungguh banyak manusia yang lalai dan terjerumus, akhirnya lupa bahwa kekuasaan milik Allah.

Betapa banyak manusia tertipu dengan ujian ini, hingga menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Dzulqornain mengajarkan kita bagaimana seharusnya manusia bersikap dalam mencari dan menggunakan kekuasaan.

Inilah sepercik hikmah surah Al Kahfi. Semoga dapat menjadi renungan dalam rangka menyibak jalan menuju keridhaan dan cinta-Nya. Wallahu A’lam

______________
SARAH ZAKIYAH, penulis adalah Pengurus Pusat Muslimat Hidayatullah (PP Mushida) dan aktif sebagai pendidik dan ibu rumah tangga.