Bukan Sekadar Cinta dan Ketika Musibah Ingin Berpisah Membuncah

27 September 2016

Oleh : admin

mushida

Rina: ”Aku sudah minta cerai pada suamiku, Dewi”

Dewi: ”Loh, ada apa ini Rin, kok tiba-tiba minta cerai, apa mas Bambang menyakitimu atau tidak memenuhi kewajibannya padamu?”

Rina: ”Aku tidak mencintainya lagi, Dewi” 

Dewi: ”Belasan tahun kalian bersama, tiba-tiba mengatakan tidak cinta??, tidak masuk akal”

Rina: ”Dalam hati ini tidak ada rasa cinta lagi padanya, aku tidak bisa melayaninya dan melaksanakan kewajibanku lagi, Dewi”

Dewi: ”Apa ada lelaki lain yang mengisi hatimu, jawablah!”

Rina: ”Iya, dia romantis tidak seperti mas Bambang, aku selalu nyambung jika berdialog dengannya”

Dewi: ”Musibah. Ini musibah bagimu, Rina”

********

ILUSTRASI di atas boleh jadi kerap terjadi pada pasangan muslim muslimah belakangan ini. Setidaknya, hal seperti ini terjadi di kota Depok.

Pengadilan Negeri Agama Kota Depok belum lama ini mengemukakan tingginya tingkat perceraian di kota ini yang mencapai 20-25 persen dari angka pernikahan yang mencapai 10-11 ribu pasangan setiap tahunnya. Atau, sekitar 10-15 pasangan/ hari mengajukan gugatan cerai.

“Fenomena kasus perceraian didominasi oleh pihak perempuan yang mengajukan,” kata Panitera Pengadilan Agama Kota Depok, Entoh Abdul Fatah, seperti dilansir harian Radar Depok, Agustus lalu.

Ikatan Suci

Rumah tangga muslim awalnya diikat dengan janji yang kuat (mitsaq gholiidz). Diucapkan oleh mempelai pria dari wali mempelai wanita.

Ikatan ini tidak diawali dengan rasa cinta. Rasa cinta itu mereka bangun bersama dalam suka dan duka. Sesuatu yang haram mereka lihat, sentuh dan nikmati sebelum ijab kabul diucapkan, menjadi halal tanpa batas.

Waktu berlalu, cinta yang bermekaran di awal pernikahan tergerus rutinitas dan kesibukan masing-masing pasangan. Adaptasi antar pribadi yang berbeda dalam segala hal yang dirasa tidak pernah tuntas menambah layu bunga-bunga cinta itu.

Akhirnya, masing-masing merasa bahwa pasangannya tidak memiliki kelebihan, atau hanya mendapatkan banyak kekurangannya daripada kelebihannya.

Di saat seperti itu, setan leluasa meniupkan rayunya. Dia menunjukkan jalan-jalan indah yang gemerlapan di luar istana pasangan. Berbagai alasan untuk mengakhiri perkawinan akhirnya timbul. Dari masalah materi sampai rasa-rasa di hati.

Rasa cinta yang awalnya tidak ada di antara suami istri adalah karunia Allah yang Dia turunkan pada hati-hati manusia.

Rasa cinta ini merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah. sebagaimana firman-Nya dalam surat Ar-rum ayat 21.

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan dari tanda-tanda kekuasaan-Nya, bahwasanya Dia menciptakan kalian berpasangan agar kalian merasa tenang. Dan menjadikan di antara kalian rasa cinta dan kasih sayang. Sungguh pada yang demikian itu ada pelajaran bagi orang-orang yang berfikir”

Karena rasa cinta ini berasal dari Allah, hendaknya setiap manusia memohon pada-Nya agar selalu diberi rasa cinta kepada pasangannya.

Di samping itu, hukum sebab akibat tetap berlaku, yaitu dengan mengusahakan segala cara agar cinta itu tetap bersemi indah. Misalnya dengan mengulang apa yang di awal pernikahan dulu pernah mereka lakukan, mengingat momen-momen indah bersama, memberikan barang yang disukai pasangan, dan lain sebagainya.

Rasa cinta itu sirna kadang disebabkan oleh buruknya komunikasi antar pasangan. Setiap suami/istri cuek dengan apa yang terjadi dalam rumah mereka.

Sehingga, masalah-masalah kecil yang menjadi sandungan dalam menjalankan bahtera rumah tangga terabaikan. Ini memicu adanya batu yang lebih besar lagi.

Komunikasi yang terbangun dengan baik akan memberikan solusi untuk setiap masalah yang sifatnya batin maupun dzohir, dari masalah hati sampai yang dapat ditangkap oleh indera.

Terlepas dari bisikan setan, dari komunikasi yang buruk pula, orang ketiga mudah sekali masuk dan akhirnya mempengaruhi hubungan perkawinan.

Apalagi, di zaman tehnologi canggih saat ini. Khalwat (berduaan) dapat dengan mudah dilakukan oleh suami/istri melalui telepon genggam, kapan dan di manapun mereka inginkan.

Sedikit saja kesalahan dalam mengirim emoji dan kalimat pujian, besar dampak yang akan diterima. Indah, tapi darinya perangkap setan mulai dilebarkan.

Cinta memang sulit dimengerti, begitu ucapan banyak orang. Tapi bagi muslim/ muslimah yang segala tindakannyaakan dipertangung jawabkan kepada pemilik cinta kelak, cinta akan selalu indah.

Tidak ditemukan dalam kamus mereka akhir yang pahit dari cinta. Semuanya indah, semuanya penuh bunga. Sebab- sebab cinta akan selalu ditumbuhkan dan dijaga walaupun berat dan membutuhkan pengorbanan.

Semestinya, cinta yang dibangun karena kepatuhan diri pada Allah dan ketaatan dalam mengikuti Rosul-Nya tidak akan pernah pudar.

Sebab-sebab yang dijadikan alasan untuk mengakhiri janji setia harusnya tidak ada. Masalah ekonomi, perhatian yang tidak kunjung didapatkan, cinta yang sudah hilang, diduakan dengan wanita lain dan sebagainya, bukanlah alasan untuk mengakhiri janji yang sejajar dengan janji-janji para Nabi ketika mengemban risalah dari Allah.

Perkawinan bukanlah sekedar mengakhiri masa lajang, atau mengusir kesepian dalam kesendirian, atau mencari cinta yang membahagiakan, atau menyalurkan desakan naluri seksual belaka.

Lebih dari itu semua, perkawinan adalah dorongan kebutuhan jiwa untuk mendapatkan ketenangan. Itulah yang dikatakan Allah pada ayat di atas, “supaya kalian mendapatkan ketenangan”.

Ketenangan dalam banyak hal, seperti saat seorang suami mendambakan ketenangan sepulang kerja, ketenangan yang istri dambakan saat suaminya tidak di sisinya, ketenangan yang dibutuhkan anak-anak mereka sepanjang masa.

Karena ketenangan ini pula suami istri tidak terbatas melakukan hubungan jasad, tetapi melakukan berbagai kegiatan bersama yang melibatkan perasaan dan emosi, keresahan dan harapan. Inilah makna yang terdapat dalam surat Annisa, ayat 21:

وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا

“Bagaimana mungkin kalian akan mengambil (kembali) harta itu(mahar), sedangkan kalian telah bergaul satu sama lain, dan mereka telah mengambil janji yang kuat dari kalian” 

Maka, tidak ada alasan untuk mengakhiri hubungan pernikahan, walaupun rasa cinta itu mereka katakan tidak ada lagi. Wallahu a’lam.

__________
*) SARAH ZAKIYAH, penulis adalah pengurus PP Muslimat Hidayatullah.