PP Mushida Peserta Seminar Kebangsaan Bahas Delik Kesusilaan

26 September 2016

Oleh : admin

mushida

Pengurus Pusat Muslimat Hidayatullah (PP Mushida) yang diwakili oleh Sekretaris Jenderal, Lenny Syahnidar, menjadi peserta Seminar Kebangsaan yang diprakarsai oleh Aliansi Cinta Keluarga (AILA) dengan mengangkat tema “Reformulasi KUHP: Delik Kesusilaan dalam Bingkai Nilai nilai Keindonesiaan“ di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/09/2016).

Acara tersebut dihadiri oleh berbagai ormas dan institusi pendidikan lainnya. Hadir dalam seminar tersebut para pemohon Judicial Review  Pasal 284,285 dan 292 KUHP, juga  para ahli sebagai pembicara antara lain Atip Latipulhayat,Ph.D (Guru Besar FH Unpad), Dr. Neng Djuabaedah, Dr.Fidiansjah serta dr. Dewi Inong.

Guru Besar dalam bidang ketahanan keluarga dari IPB, Prof Euis Sunarti, salah seorang pemohon yang hadir juga dalam seminar tersebut mengaku sangat prihatin menyaksikan maraknya masalah kesusilaan yang merusak keutuhan keluarga di tengah-tengah masyarakat.

Selanjutnya ia mengatakan bahwa perzinaan, tindakan perkosaan baik yang dilakukan pada lawan jenis maupun dengan sesama, serta perilaku seks menyimpang yang dilakukan oleh kaum homoseksual adalah ancaman serius terhadap institusi keluarga.

“Sebagian permasalahan ini bahkan tidak tersentuh oleh hukum,“ ujarnya.

Menurut para pemohon Judicial Review, ketiga pasal 284, 285 dan 292 KUHP itu merupakan warisan pemerintah kolonial Belanda yang harus direvisi karena memiliki banyak cela. Pernyataan tersebut diperjelas kembali oleh kuasa hukum para pemohon, Feizal Syahmenan.

Kata Syahmenan, bahwa pasal-pasal tersebut memang tidak secara utuh melindungi masyarakat Indonesia.

Selanjutnya ia mengatakan, ”Coba lihat dalam pasal 284 misalnya, perzinaan hanya dinyatakan terlarang bila salah satu dari pasangan tersebut telah menikah. Bagaimana dengan mereka yang belum menikah? Apakah akan dibiarkan saja berzina,” ujarnya.

“Di pasal 285, kita jumpai larangan terhadap tindakan perkosaan, namun pasal itu membatasi korbannya sebagai perempuan. Nyatanya, di jaman sekarang ini tidak sedikit laki-laki yang menjadi korban perkosaan oleh laki-laki lainnya. Kemudian pada pasal 292 melarang pencabulan sesama jenis, namun dibatasi hanya bagi orang dewasa dengan anak-anak. Apakah pencabulan sesama jenis diantara dua orang dewasa lantas bisa diterima? Semua ini itu perlu dikoreksi”, ujarnya beretorika.

“Indonesia ini Aneh,” begitu kata Atip Latipulhayat setengah berteriak.

“Gimana nggak aneh coba, KUHP itu dibuat 1 Juni 1918, sudah hampir mendekati 100 tahun digunakan, tapi belum juga dirubah. Padahal di Belanda sendiri pasal-pasal seperti itu sudah mengalami revisi  sekitar tahun 1971. Lah di Indonesia masih tetap dipakai. Sementara korban pencabulan, perkosaan sudah banyak berjatuhan, tapi mereka tidak terlindungi oleh hukum,” tegas Atip Latipulhayat.

Dalam sesi akhir, Dr Fidiansjah dan dr Dewi Inong memaparkan bahaya serta dampak buruk perilaku seksual menyimpang. Presentasinya yang semuanya adalah hasil riset dan data faktual sangat Mengerikan. Seketika para peserta yang hadir semua miris.

Dokter spesialis kelamin ini cepat-cepat berujar, “Ayo bu, pak, jangan cuma galau saja melihat keadaan ini. Do it something untuk Indonesia yang lebih baik,“ pesannya mengakhiri pertemuan. (ybh/hio)