Mengenalkan Konsep Dasar Pembelajaran Calistung di PAUD

24 Maret 2018

Oleh : admin

mushida
Oleh Dzumirrah*

PENDIDIKAN merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap individu dalam upaya peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas bagi penerus bangsa.

Mengingat begitu pentingnya pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas maka hadirlah suatu lembaga pembelajaran yang dimulai sejak usia dini yaitu lembaga pendidikan pra-sekolah.

Pelaksananaan pendidikan ini dijabarkan dalam undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 28 bahwa Pembelajaran Anak Usia Dini (PAUD) diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, melalui jalur pendidikan formal, non-formal dan informal.

Jalur pendidikan formal adalah lembaga yang memberikan pelayanan pendidikan PAUD bagi anak usia 4-6 tahun seperti Taman Kanak-kanak (TK) atau Raudhatul Athfal (RA) atau bentuk lain yang sederajat.

Tujuan utama pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah untuk membentuk anak-anak yang berkualitas yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya untuk kehidupan jangka panjang.

Penyelenggaraan pendidikan anak pra-sekolah lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 14 sebagai suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun.

Penyelenggaraannya dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan memasuki jenjang pendidikan selanjutnya.

Kesiapan seorang anak dalam menerima pendidikan lanjutan sangat diperlukan guna mencapai keberhasilan dalam menjalani setiap tahapan pendidikan yang berlangsung.

Kemampuan anak harus dipersiapkan dengan baik dan matang sehingga membuat anak siap untuk menempuh segala persoalan yang akan dihadapinya semasa sekolah.

Berdasarkan garis-garis besar program kegiatan belajar taman kanak-kanak, tujuan program kegiatan belajar anak PAUD adalah untuk membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, wawasan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam penyesuaian diri dengan lingkungan dan untuk mempersiapkan memasuki pendidikan dasar.

Dalam hal ini, selama menempuh pendidikan di PAUD, anak-anak dibina dan dibimbing dalam mengembangkan berbagai aspek perkembangan sejak dini seperti pembiasaan yang meliputi moral, nilai-nilai agama, sosial, emosional dan kemandirian.

Prinsip dasar belajar di PAUD adalah belajar sambil bermain dan bermain sambil belajar, karena bermain merupakan bagian terpenting dari kehidupan anak-anak. yang lebih cenderung mengekspresikan sesuatu dengan bermain, sehingga dapat menjadi media bagi anak untuk mempelajari hal-hal yang konkrit agar daya cipta, imajinasi, dan kreativitas anak dapat berkembang.

Bermain dan berkreativitas yang bersifat konkrit dapat memberikan momentum alami bagi anak untuk belajar sesuatu sesuai dengan tahap perkembangannya dan kebutuhan spesifik anak.

Masa anak usia dini sering disebut masa emas yaitu masa di mana anak mulai peka dan sensitif untuk menerima berbagai rangsangan, anak memiliki otak yang mampu berkembang sampai 80% dari seluruh kemampuan anak.

Dalam hal ini, ada beberapa tahapan perkembangan anak dan salah satunya adalah aspek perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif merupakan proses mental atau aktivitas pikiran dalam mencari, menemukan, mengetahui dan memahami informasi.

Salah satu bidang pengembangan aspek kognitif anak di lembaga Pendidikan Anak Usia dini (PAUD) adalah dengan mengenalkan mereka cara Membaca, Menulis dan Berhitung (Calistung).

Persoalan baca tulis hitung atau calistung saat ini memunculkan fenomena tersendiri dalam dunia pendidikan anak pra-sekolah. Selama ini PAUD didefinisikan sebagai tempat untuk mempersiapkan anak-anak memasuki masa sekolah yang dimulai di jenjang sekolah dasar.

Kegiatan yang dilakukan di PAUD pun meliputi kegiatan bermain dengan mempergunakan alat-alat edukatif. Menurut Permendiknas RI Nomor 58 Tahun 2009 bahwa pelajaran membaca, menulis, dan berhitung tidak diperkenankan di tingkat taman kanak-kanak, kecuali hanya pengenalan huruf-huruf dan angka-angka.

Pada dasarnya orangtua menginginkan buah hatinya agar bisa cepat menulis, membaca, dan berhitung pada usia dini. Lebih cepat bisa membaca, menulis dan berhitung menjadi kebanggaan tersendiri bagi orangtua terhadap anaknya.

Kekhawatiran orangtua akan anak-anaknya tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolahnya nanti jika sedari awal belum dibekali keterampilan baca tulis hitung dan akan berpengaruh pada biaya sekolah yang bertambah kalau akhirnya harus mengulang kelas.

Hal itu membuat para orangtua akhirnya menyekolahkan anaknya di PAUD yang mengajarkan baca tulis hitung.

Kesadaran orangtua dan praktisi pendidikan terhadap pentingnya keterampilan Calistung pada anak-anak usia taman kanak-kanak semakin meningkat. Keterampilan calistung dipandang sebagai “pembuka dunia”.

Dengan menguasai keterampilan calistung yang memadai, anak-anak tidak akan mengalami kesulitan untuk mempelajari bidang studi lainnya di kelas-kelas yang lebih tinggi saat memasuki jenjang sekolah dasar.

Perbedaan definisi belajar menjadi pangkal persoalan dalam mempelajari apapun, termasuk belajar calistung. Selama bertahun-tahun belajar telah menjadi istilah yang mewakili kegiatan yang begitu serius, menguras pikiran dan konsentrasi.

Karena itu, permainan dan nyanyian tidak dikatakan belajar walaupun mungkin isi permainan dan nyanyian adalah ilmu pengetahuan.

Belajar baca tulis hitung melalui kegiatan bermain dan bernyanyi kini tidak lagi perlu dihindari karena banyak penelitian membuktikan metode pembelajaran melalui permainan menjadi salah satu metode yang efektif dalam pembelajaran, khususnya di sekolah anak usia dini (PAUD).

Persoalan terpenting yang perlu diperhatikan oleh guru adalah strategi merekonstruksi cara belajar calistung sehingga anak-anak menganggap kegiatan belajar mereka tidak ubahnya seperti bermain dan bahkan memang berbentuk sebuah permainan yang akan memberi kesan yang mendalam pada diri anak.

Di samping itu perlu disadari, jika calistung diajarkan seperti halnya orang dewasa belajar, besar kemungkinan akan berakibat fatal. Anak-anak bisa kehilangan gairah belajarnya karena menganggap pelajaran itu sangat sulit dan tidak menyenangkan.

Pembelajaran calistung bisa membaur dengan kegiatan lainnya, tanpa harus membuat anak-anak terbebani dengan materi yang diberikan.

Adakalanya tidak diperlukan waktu ataupun momentum khusus untuk mengajarkan calistung. Anak-anak bisa belajar membaca lewat poster-poster bergambar yang ditempel di dinding kelas.

Setiap satu atau dua minggu, gambar-gambar diganti dengan yang baru, dan tentu akan muncul lagi kata-kata baru bersamaan dengan perjalanan waktu.

Dalam waktu satu atau dua tahun, anak-anak bisa membaca tanpa guru yang merasa tertekan untuk mengajari mereka menghafal huruf atau mengeja.

Demikian pula halnya dengan pelajaran berhitung. Mengenalkan kuantitas benda adalah dasar-dasar matematika yang lebih penting daripada menghafal angka-angka, dan hal itu sangat mudah diajarkan pada anak usia dini.

Poster berbagai benda berikut lambang bilangan yang mewakilinya bisa kita tempel di dinding kelas. Sambil bernyanyi, guru bisa mengajak anak-anak berkeliling kelas untuk membaca dan melihat bilangan.

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal, Kemdikbud, Lydia Freyani Hawadi mengungkapkan bahwa dalam mengajarkan calistung kepada anak usia dini atas dasar anak tersebut memang tertarik serta memiliki kemampuan dan metode pembelajarannya harus berdasarkan prinsip bermain serta menyenangkan.

Bermain adalah dunianya anak, yang dilakukan melalui kegiatan bermain, anak-anak melakukan interaksi sosial dengan anak-anak dan orang dewasa, melakukan berbagai peran sosial, membangun pengetahuan, mengembangkan keterampilan fisik-motorik, mengembangkan kemandirian, kemampuan berkomunikasi lisan, mengekpresikan emosi, mengembangkan kreativitas, serta aspek-aspek perkembangan lainnya.

Pendekatan filosofis masa kini memandang bukan pelajarannya saja yang harus dipersoalkan, tetapi bagaimana cara guru menyajikannya juga harus mendapat perhatian.

Hal ini sejalan dengan konsep pembelajaran calistung yang dijabarkan dalam Surat Edaran Departemen Pendidikan Nasional mengenai penyelenggaraan pendidikan taman kanak-kanak dan penerimaan siswa baru sekolah dasar bahwa pembelajaran “calistung” seharusnya dilaksanakan melalui pendekatan bermain karena bermain merupakan cara terbaik untuk mengembangkan potensi anak didik.

Selain itu, Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan No: 2519/C.C2.1/DU/2015 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) juga menegaskan bagi para pelaksana pendidikan di PAUD untuk tidak mengajarkan materi calistung secara langsung sebagai pembelajaran sendiri-sendiri (fragmented) kepada anak-anak karena dikhawatirkan anak-anak nantinya merasa terbebani dan timbul kebosanan selama kegiataan pembelajaran.

Dengan demikian, pendidikan Calistung sangat diperlukan bagi anak-anak semenjak usia dini, sehingga dapat menghasilkan generasi yang berkualitas.

Dalam hal ini, guru perlu mengenalkan konsep dasar calistung pada anak usia dini dengan menerapkan metode yang menyenangkan serta tidak berdampak buruk pada mental dan perkembangan anak.

__________
*) DZUMIRRAH, penulis adalah pengurus PW Muslimat Hidayatullah Provinsi NAD.