Al Kahfi Penyelamat Ujian Dunia, Menarik Hikmah Mukjizat Al Quran

31 Oktober 2019

Oleh : admin

mushida

Oleh Sarah Zakiyah*

MENEMUKAN makna tersirat dari yang tersurat bagaikan menemukan jarum dalam butiran beras. Itulah hikmah yang dikatakan oleh Baginda Rosulullah SAW, “Hikmah adalah barang yang hilang dari seorang mukmin”.

Jumat merupakan hari ‘ied/ perayaan pekanan bagi setiap muslim, sunnah baginya membaca Q.S Al Kahfi sebelum matahari hari ini tergelincir. Tidaklah dijadikan sunnah jika tidak ada hikmah yang dapat diambil dari ayat demi ayat dalam surah ini.

Surat Al-Kahfi yang sarat kisah adalah gambaran utuh tentang dunia dan segala fitnah di dalamnya. Allah SWT memberikan banyak teladan dari kisah-kisah yang memenuhi sepertiga isi Al Qur’an.

Secara tidak langsung Dia menyuruh kita untuk menelaah kisah-kisah tersebut lalu membandingkan kehidupan mereka dengan kehidupan yang kita jalani. Meminta kita mengambil pelajaran agar tidak terjatuh pada lubang yang sama dengan orang-orang yang dibinasakan, dan agar kita dapat meraih kesuksesan sebagaimana orang-orang yang beruntung.

Al Kahfi dengan gamblang mengisahkan kepada kita jenis-jenis ujian dunia yang dihadapkan dengan keimanan. Mengajarkan kepada kita bagaimana bersikap terhadap ujian-ujian tersebut. Dimulai dari ujian penindasan, harta, ilmu, lalu kekuasaan.

Kisah penghuni gua memberikan pelajaran kepada kita, bagaimana seharusnya bertahan dalam mempertahankan ideologi tauhid, fitnah ad diin adalah bentuk ujian pertama yang harus diperjuangkan agar tak terjerumus dalam segala bentuk ideologi manusia walau bagaimanapun beratnya konsekuensi yang harus diterima.

Lari dari penguasa yang dzolim ketika segala bentuk hujjah tidak dapat lagi ditegakkan di hadapannya, adalah bentuk penyelamatan iman yang penghuni gua contohkan. Pun, sebagaimana yang dicontohkan oleh Muhammad Shallallaahu Alaihi Wasallam ketika mencari suaka ke raja Negus di Habasyah yang dikatakan sekaligus mengenalkan Islam ke luar Mekkah secara tidak langsung, juga ketika hijrah ke Madinah.

Kisah pemilik kebun memberikan pelajaran bagaimana seharusnya bersikap terhadap harta yang dititipkan pada kita di dunia ini. Fitnanatulmaal adalah bentuk ujian lain dari ujian-ujian dunia, yang diikuti dengan fitnatulbaniin.

Kisah ini memberikan pelajaran agar kita tidak menempatkan harta di hati kita, walau harta seakan mengalir melalui jari-jemari kita, tetap harta itu adalah titipan Allah SWT. Apa yang datang dan hilang darinya, adalah atas kehendak Allah SWT.

Dalam menyikapi ujian ini, seringkali manusia tergelincir dan lupa. Maka, hendaklah kisah ini menjadi pengingat di setiap pekan kita.

Kisah Musa -alaihissalaam- memberikan pelajaran bagaimana seharusnya ilmu diperuntukkan. Fitnatul’ilm adalah bentuk ujian selanjutnya yang ditemui di dunia ini. Tak ada gunanya tumpukan ilmu yang tak dibarengi ketawadhuan dan kedekatan pada Sang Pemilik ilmu.

Menahan diri dari segala hal yang menodai kemuliaan ilmu merupakan adab dalam berilmu, dan juga salah satu rambu dalam memperolehnya. Betapa banyak orang yang bergelar profesor namun pernyataan yang dia ungkapkan jauh sekali dari gelar yang disandangnya. Hal itu disebabkan oleh kesombongan yang memenuhi hatinya.

Kisah Dzulqornain mengajarkan bagaimana bersikap terhadap fitnatuljaah atau ujian kedudukan yang Allah SWT berikan di dunia ini. Sebagaimana harta, kekuasaan adalah salah satu ujian terberat manusia.

Janji-janji manis sebelum kekuasaan dimiliki seringkali terlupa saat telah duduk di bangku kekuasaan. Bujuk rayu untuk menyimpang dari syaria Allah SWT menjadi tambahan ujian kekuasaan. Dzulqornain mengajarkan ketawadhuan luar biasa dalam melewati fitnah ini.

Kisah-kisah ini adalah bukti bahwa iman harus dipertahankan bagaimanapun beratnya deraan ujian dunia. Orang-orang yang menyatakan beriman harus memiliki berbagai bentuk perlawanan terhadap ujian-ujian tersebut.

Ibarat imunitas tubuh ketika melawan virus-virus penyakit, begitulah iman mengambil peran dalam sukses dan jatuhnya martabat seseorang, di dunia apalagi di akhirat.

Ujian-ujian ini pasti dihadapi. Orang yang telah menyatakan keimanan tidak dapat lari darinya. Karena keimanan dan ujian ibarat dua sisi mata uang yang tak terpisahkan.

Semoga Al Kahfi dapat menyelamatkan kita dari kejamnya siksa neraka dan meluluskan kita dari beratnya ujian iman di dunia.
(أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ)

“Apakah manusia menyangka akan dibiarkan ketika mereka menyatakan kami beriman dan mereka tidak diuji” (Q.S. Al Ankabut [29]: 2)

*) Sarah Zakiyah, penulis adalah Ketua Bidang Organisasi dan Annisa Pengurus Pusat Muslimat Hidayatullah