Terkadang Begitu Berat Berhalaqah? Mari Beriman Sejenak

29 Desember 2019

Oleh : admin

mushida
Oleh Sarah Zakiyah
BAJU dan jilbab biru wanita itu sudah tampak kusut. Berkali-kali ia mengusap wajahnya yang berminyak, tas ransel yang memuat berbagai keperluannya sejak pagi seakan tak mampu lagi ia bawa. Kumandang azan asar telah dilewatinya dengan munajat. Kini, ia harus membawa tas itu lagi ke suatu tempat yang ia namakan dengan lingkaran surga.
Ya, hari itu adalah hari yang terpadat baginya. Berat rasanya langkah kaki menjejakkan bumi menuju rumah salah satu sahabat surganya. Entah, berapa ratus kali istighfar ia ucapkan, agar langkah itu menjadi ringan. 
Ia bayangkan wajah-wajah riang yang akan menyambutnya, persiapan tuan rumah yang maksimal menjamu saudaranya. Seketika, dadanya menjadi lapang, senyumnya menghiasi wajah, dan tangannya bergegas menghidupkan motornya.
Rutinitas pekanan yang masyhur disebut halaqah, adalah satu kewajiban berat yang jika tidak ada motivasi dari dalam diri, kegiatan ini tidak akan terlaksana. 
Amanah sebagai ibu telah banyak menghabiskan waktu dan tenaga. Apalagi jika memiliki amanah di luar rumah. Sore adalah waktu yang dinanti untuk sekadar meluruskan kaki sambil menikmati teh panas hingga gelap menyelimuti bumi.
Seringkali alasan yang dianggap benar menjadikan kehadiran di halaqah adalah hal yang pantas dimaklumi. Padahal, alasan-alasan tersebut semakin hari semakin melepaskan simpul-simpul keimanannya.
Sahabat Muadz bin Jabal pernah mengatakan kepada Al-aswad bin Hilal, “Duduklah bersama kami, kita beriman sejenak,” ajakan ini bukan berarti Muadz dan temannya tidak beriman. Tapi, Muadz mengajak untuk bersama memperbaharui keimanan.
Imam Bukhori menyebutkan kisah Muadz itu secara muallaq setelah beliau mengatakan, sesungguhnya iman itu bertambah dan berkurang, lalu beliau mencantumkan ayat
[لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ] {الفتح:4}
“Agar mereka menambahkan keimanan bersama keimanan mereka”
[وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آَمَنُوا إِيمَانًا] {المدَّثر:31}
“Agar orang-orang yang beriman bertambah keimanannya”
[أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَانًا] {التوبة:124}
“Siapakah di antara kalian yang bertambah keimanannya dengan ini” 
Ya, iman itu dapat bertambah dan berkurang. Bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang ketika melakukan kemaksiatan. Bertambah jika teman-teman di sekelilingnya saling mendukung dan menasihati dalam kebaikan, kebenaran, dan kesabaran. Berkurang jika teman-teman di sekelilingnya membawanya ke dalam syahwat dan syubhat.
Berhalaqah adalah salah satu cara memperbaharui keimanan dan menepis ego demi kepentingan pribadi. Betapa kebahagiaan akan dirasakan ketika berhasil mengalahkan keinginan diri demi untuk hadir bertatap muka dengan saudara-saudara seiman. Betapa bahagia ketika dapat mendaras Al-Quran walaupun hanya satu ayat. 
Selain itu, berhalaqah sama dengan berpartisipasi dalam menyambung keteladanan sejarah. Rasulullah SAW dari awal mula dakwah, menjadikan pertemuan-pertemuan intensif sebagai waktu untuk menanamkan bibit-bibit kekaderan di hati para assaabiquunal awwaluun. 
Karenanya, halaqah menjadi kebiasaan para sahabat, yang dibanggakan Rasulullah SAW. 
“Apa yang mendorong kalian duduk seperti ini?” tanya Beliau suatu waktu. Mereka menjawab, “Kami duduk berdzikir dan memuji Allah atas hidayah yang Allah berikan sehingga kami memeluk Islam.”
Maka Rasulullah bertanya kembali, “Demi Allah, kalian tidak duduk melainkan untuk itu?” Mereka menjawab, “Demi Allah, kami tidak duduk kecuali untuk itu.” Maka beliau bersabda, “Sesungguhnya aku bertanya bukan karena ragu-ragu, tetapi Jibril datang kepadaku memberitahukan bahwa Allah membanggakan kalian di depan para malaikat” (H.R Muslim dari Muawiyah)
Semoga catatan kecil ini menjadi motivasi diri untuk hadir dalam lingkaran surga. Aamiin
*) Sarah Zakiyah, penulis adalah Ketua Bidang Organisasi dan Annisa Pengurus Pusat Muslimat Hidayatullah