Tiga Pola Interaksi Manusia Terhadap Al-Qur’an

14 April 2021

Oleh : Arsyis Musyahadah

mushida
Tiga Pola Interaksi Manusia Terhadap Al-Qur’an

Ada tiga pola interaksi manusia terhadap Al-Qur’an. Di antaranya yaitu  zhalimun li nafsih; lisan membaca ayat tapi niat kita memutus dari keberkahan Allah, muqtashid; menunaikan yang wajib saja atau meninggalkan sebagian sunnah, saabiqun bil khairaat; mengerjakan semua kewajiban dan hal-hal yang disunnahkan, juga meninggalkan semua hal yang diharamkan.

Hal tersebut disampaikan oleh Ust. Naspi Arsyad, Lc., dalam Kajian Dhuha virtual yang diadakan oleh Pengurus Daerah (PD) Depok, pada 14 April 2021/02 Ramadhan 1442 H.

Tiga pola interaksi tersebut temaktub dalam firman Allah Ta’ala.

Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar. (QS. Fathir: 32)

“Tentu yang kita harapkan ialah saabiqun bil khairaat. Karena pola interaksi inilah yang membawa manusia ke surga tanpa hisab. Untuk itu, kita harus meminta kebaikan dan berdoa kepada Allah. Tanpa biidznilah, tidak mungkin semua itu dapat terjadi,” terang anggota Dewan Murabbi Pusat Hidayatullah ini.

Setidaknya ada lima kiat yang harus dilaksanakan seorang muslim untuk mencapai saabiqun bil khairat. Lima kiat tersebut yaitu; berdoa dan meminta kebaikan kepada Allah, mudawwamah/konsisten, berkumpul dengan orang-orang sholih, memahami keutamaan amalan membaca al-Qur’an, dan mensucikan hati.

Beliau juga menambahkan bahwa ada tingkatan wirid sebagai status seorang individu dalam membaca Al-Qur’an. Tujuh tingkatan wirid itu ialah wirid tilawah, wirid istima’, wirid hifzh, wirid ta’allum, wirid tadabbur, wirid ta’lim dan wirid ‘amali.

“Seseorang berada dalam tingkatan wirid tadabbur ketika ia semangat memahami hikmah al-Qur’an dan berkomitmen terhadap kaidah Al-Qur’an dan sunnah. Adapun tingkatan paling tinggi ialah wirid ‘amali, yaitu di mana seseorang menjalankan ajaran serta kandungan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari dengan tidak meninggalkan apa yang telah dijalankan sebelumnya,” imbuhnya.

Menurutnya yang tak kalah penting adalah menjalankan tugas seorang muslim untuk menyebarkan dan mengajarkan A-Qur’an kepada orang lain. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah,

Sebaik-baik kalian ialah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan yang mengajarkannya. (HR. Bukhari)

Terakhir, beliau mengungkapkan output dari seseorang yang gemar ber-Qur’an dan saabiqun bil khairat yang terangkum dalam enam jatidiri Hidayatullah. 

“Hasil dari seseorang yang selalu membaca dan mempelajari Al-Qur’an adalah menjadikannya sebagai manhaj tarbiyah dan dakwah, memberikan pemahaman ahlu sunnah, memunculkan semangat al-harakah al-jihadiyah, menempatkan diri sebagai jama’atun minal muslimin, melahirkan sikap sami’na wa atho’na, dan menjaga karakter al-wasathiyah,” tutup beliau dalam mengakhiri materinya. */Arsyis Musyahadah