Mekarnya Kuntum Bunga Oleh Petani Istimewa

27 Juli 2021

Oleh : admin

mushida
Mekarnya Kuntum Bunga Oleh Petani Istimewa

   

Makassar, 1998

Saat itu, kami sedang asyik-asyiknya menikmati perjuangan di Makassar, Sulawesi Selatan, sebagai titik awal bergabung di lembaga Hidayatullah. Namun kemudian mendapat instruksi untuk pindah ke Jakarta, mengikuti tugas suami. 

Sepeninggal Allahu yarham Ust. Abdullah Said, pendiri dan pemimpin Hidayatullah, terjadi format baru struktur kepemimpinan Hidayatullah. Semasa beliau hidup, kepemimpinan tertinggi Hidayatullah ada di pundak beliau seorang diri. Namun ketika beliau meninggal belum ada kader yang memiliki kapasitas dan kharisma sebesar beliau untuk melanjutkan kepemimpinan tersebut.

Di samping itu disadari bahwa Hidayatullah semakin berkembang besar, sehingga memerlukan struktur kepemimpinan yang lebih kondusif. Pemimpin pengganti beliau, Ustadz Abdurrahman Muhammad, meminta supaya beliau tidak menjadi pempimpin tunggal, melainkan dengan kepempimpinan kolektif. Maka setelah melalui musyawarah yang panjang, dibentuklah Dewan Eksekutif sebagai tim pembantu Pimpinan Umum untuk memandu dan merekayasa jalannya organisasi. 

Suami saya, Abdul Aziz Qahhar, qadarullah ditunjuk menjadi salah seorang “anggota kabinet” dari Dewan Eksekutif ini. Ketua DE adalah Ustadz Hasan Ibrahim ketika itu juga harus “hijrah” dari Balikpapan ke Jakarta. Ustadz Abdurrahaman dan Ust Hamim Tohari  juga hijrah ke Jakarta dari Surabaya karena masuk jajaran kabinet DE. Adapun Ustadz Abdul Mannan, yang juga masuk kabinet DE memang sudah  tinggal di Jakarta karena sebelumnnya adalah pimpinan Hidayatullah Jakarta.

Kami pun pindah ke ibukota. Ketika di Jakarta, takjub sekali melewati jalan-jalan metropolitan, nampak bangunan-bangunan tinggi dan  megah.  Di sepanjang jalan terlihat pohon-pohon besar berusia puluhan  tahun. Ini pemandangan yang sering kami lalui menuju Cipinang No. 14 Jakarta (sekretriat Dewan Eksekutif). 

Sebagai seorang kader, begitu terasa jiwa ini bergelora dengan melihat lebih dekat  tantangan peluang serta spirit. Rasanya ingin ikut mengambil peran membenahi lembaga, tentu dalam rangka melebarkan sayap dakwah.

Kami bertempat tinggal di Kampus Hidayatullah Depok. Sebagai proses adaptasi, sesekali kami silaturrahmi non formal di antara sesama keluarga besar Hidayatullah. Bahkan silaturrahmi kelembagaan sering digelar oleh Dewan Eksekutif saat itu.  

Suatu pemandangan yang membuka cakrawala, menjadikan pikiran melayang jauh ke depan, dengan semangat yang tinggi untuk membentuk sebuah organsasi muslimah yang unggul, produktif dan solutif serta mampu menjadi salah satu pilar penopang dakwah terbangunnya peradaban Islam.

Hampir setiap pekan kami bertemu demi mendengar  arahan dari  Allahu yarham Ustadz Abdul Mannan yang saat itu memegang amanah sebagai Ketua Bidang Organisasi DE. Awalnya beliau mengutarakan ide besar terkait kiprah muslimah, yang sangat menentukan keberhasilan dakwah. Uswah Rasulullah telah menorehkan sejarah betapa luar biasanya peran sayyidah Khadijah, Aisyah dan ummahatul mukminin lainnya, sungguh tidak bisa dipandang sebelah mata. 

Maka, untuk menjaga keseimbangan pembinaan kader muslimah, kehadiran struktur organisasi muslimah Hidayatullah secara formal mutlak adanya. 

Sosok Allahu yarham Ustadz Abdul Mannan adalah seorang motivator tangguh. Beliau terus memberi spirit bahkan mengatur jadwal sampai membuatkan draft konsep organisasi seperti Pedoman Dasar Organisasi (PDO). Sebagai sosok pioneer perkaderan yang andal, beliau memberikan tugas kepada kami beberapa ibu yang merupakan istri para pengurus saat itu, sekaligus juga bisa menjiwai PDO tersebut. Dari hari ke hari penggodokan terus  dilakukan dan dipantau  terus oleh beliau. 

Tak jarang dari setiap pertemuan beliau mengontrol tempat rapat kami. Bahkan makanan yang akan disantap dengan ketersediaan gizi dan variasi makanan tak luput dari pantauan dalam guyonan khas beliau.

Kesungguhan dan tekad beliau untuk mengantarkan kaum hawa jama’ah Hidayatullah sebagai muslimah yang cerdas, rapi, dan berwawasan, sangat terasa. Kalimat-kalimat pamungkas dari beliau yang  sejak dulu terdengar dan akrab di telinga kami ialah, “Buat apa berkerudung panjang, jika isi kepalanya cetek,” atau “Jika ada yang tanya ibu dari mana? Dijawab saja, dari Hidayatullah (sambil tertunduk malu tanda tidak percaya diri  dan suara lirih).” Dan tentu masih banyak lagi kata-kata mutiara yang keluar dari lubuk hati beliau yang dalam, sebagai suatu luapan semangat ingin memajukan organisasi muslimah yang andal.

Biidznillah, dengan proses yang begitu panjang serta dalam bimbingan spirit dan pantauan Allahu yarham Ustadz Abdul Mannan, semua konsep organisasi muslimah Hidayatullah sudah siap menjelang MUNAS 1 Hidayatullah pada tahun 2000 di Balikpapan. Alhamdulillah, melalui Munas tersebut maka lahirlah Muslimat Hidayatulah (Mushida) secara formal sebagai ormas Muslimah secara nasional. Qadarullah, saya ditunjuk menjadi ketua umum pertama.

Kini, ormas Mushida telah berusia 21 tahun. Berbagai suka duka dan hiruk pikuk telah dilalui. Tentu masih banyak kekurangan yang harus dibenahi. Tapi sungguh kufur nikmat jika kita kurang mensyukuri capaian yang telah diberikan Ilahi Rabbi. Alhamdulillah kiprah Mushida terasa tidak hanya internal tapi juga eksternal dalam skala publik.

Potensi sumber daya insani muslimah sejak awal lahirnya Hidayatullah telah menyebar di pelosok negeri di cabang-cabang Hidayatullah. Ibarat semaian bibit bunga, lalu kemudian harus dipupuk, dikembangkan dengan lebih baik secara profesional.  Kini bunga-bunga itu telah dan sedang mekar. Teruslah bermekaran wahai bunga, baktikan potensimu kepada ummat dan bangsa karena Allah.

Tentu bunga-bunga ini hadir karena izin Allah melalui jerih payah seorang petani yang cerdas militan dan penuh semangat, sesuai dengan hadits Rasulullah, “addunya mazraatul akhirah”, artinya dunia adalah ladang untuk akhirat. Allahu yarham, Ustadz Abdul Mannan sang motivator andal, kini telah tiada namun insya Allah akan memetik hasilnya di alam sana.
*Dr. Sabriati Aziz, M.Pd.I
Ketua Komisi Majelis Penasehat Muslimat Hidayatullah