Menghargai Waktu, Memanfaatkan Setiap Detik yang Berlalu

08 Agustus 2021

Oleh : Admin Mushida

mushida
Menghargai Waktu, Memanfaatkan Setiap Detik yang Berlalu

Oleh: Ir. Emi Pitoyanti

“Jika dirimu tidak disibukkan dengan hal hal yang baik, pasti akan disibukkan dengan hal-hal yang bathil.” –Ibn Qoyyim Al-Jauziyah-

Kalimat bijak tersebut sangat penting untuk direnungkan. Jika waktu yang kita miliki tidak diisi dengan kegiatan positif, maka kita akan disibukkan dengan kegiatan negatif dan sia-sia. Suatu kegiatan yang tidak bermanfaat untuk dirinya apalagi untuk ummat.

Waktu sangatlah berharga, untuk itu menyia-nyiakan waktu merupakan suatu kerugian besar yang lebih berbahaya dari sebuah kematian. Sebagaimana yang disampaikan oleh Ibn Qoyyim Al-Jauziyah rahimahullah dalam kata-kata mutiaranya:

Menyia-nyiakan waktu lebih berbahaya dari kematian, karena menyia-nyiakan waktu akan memutuskan dari Allah dan negeri akhirat, sedangkan kematian hanya memutuskan dirimu dari dunia dan penduduknya. [Al-Fawaid hal.44]

Perumpamaan bagi orang yang membuang waktunya dengan percuma ibarat orang yang hidup tetapi hakekatnya dia telah mati. Meski jasadnya hidup, tetapi ruhnya tak ada, bahkan bisa dikatagorikan merugi. Badannya bergerak sementara pikiran, dan hatinya tidak produktif.

Kita harus ingat bahwa waktu terus bergerak. Waktu adalah makhluk Allah yang taat, tidak bisa diatur oleh keinginan manusia yang berharap bisa menahannya atau kadang ingin mengulang waktu-waktu yang telah lalu. Sang waktu, dia terus berjalan dengan istiqomah sesuai sunatullah..

Betapa banyak manusia merasakan penyesalan terhadap waktu yang dilaluinya, sedangkan waktu tidak akan pernah kembali.

Sebagai orang yang beriman, maka ia akan memandang dan bersikap cerdas terhadap waktu yang dimilikinya. Karena orientasi hidupnya adalah akhirat yang unlimited dan tak terbatas. Dunia hanya sebagai wasilah. Dunia tempat berbuat, beramal untuk tujuan yang sebenarnya yaitu akhirat yang hakiki. Tidak ada satupun perbuatan yang dilakukan lepas dari pantauan dan perhitungan Allah Subhanahu wa ta’ala.

Panjangnya waktu di dunia dan di akhirat sangat berbeda.  Kehidupan di dunia begitu singkat, sedangkan di akhirat kekal dan selamanya. Maka orang beriman akan menggunakan waktunya dengan maksimal untuk kepentingan akhirat. Dengan bekal keimanan, semua aktivitasnya di dunia akan berdampak positif  dan berkah untuk masa akhirat yang kekal tidak terbatas. Tidak ada satupun kegiatan di dunia yang berlalu begitu saja tanpa manfaat untuk akhiratnya.

 Allah Ta’ala berfirman:

وَيَسْتَعْجِلُونَكَ بِٱلْعَذَابِ وَلَن يُخْلِفَ ٱللَّهُ وَعْدَهُۥ ۚ وَإِنَّ يَوْمًا عِندَ رَبِّكَ كَأَلْفِ سَنَةٍ مِّمَّا تَعُدُّونَ

Artinya “Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS. Al Hajj: 47)

يُدَبِّرُ ٱلْأَمْرَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ إِلَى ٱلْأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِى يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُۥٓ أَلْفَ سَنَةٍ مِّمَّا تَعُدُّونَ

Artinya : “ Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.” ( QS. As-Sajadah :5)

Sungguh merugi bagi manusia yang mengabaikan waktunya hanya untuk kepentingan dunia.  Padahal  sebenarnya semua aktifitas manusia di dunia yang dilakukan dengan berorientasi akhirat maka kepentingan dunianya pun akan dijamin oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman :

وَالۡعَصۡرِۙ اِنَّ الۡاِنۡسَانَ لَفِىۡ خُسۡرٍۙ اِلَّا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوۡابِالۡحَقِّ ۙ وَتَوَاصَوۡا بِالصَّبۡرِ

Artinya : “ Demi masa . Sungguh manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (QS. Al-Ashr :1-3)

Agar waktu lebih efisien dan produktif maka kita harus membuat program dan target hidup ke depan, agar hari-harinya terisi dengan hal yang positif, serta untuk menjaga keistiqomahan dalam beribadah. Intinya adalah beramal shaleh dengan mengikuti semua aturan Sang Maha Pembuat Aturan.

Sorang mukmin percaya bahwa amalan yang kita tinggalkan merupakan kekayaan yang akan dihadapkan ke hadapan Ilahi Rabbi. Wallahu a’lam bishawab.

*Ketua Majelis Murobbiyah Pusat Muslimat Hidayatullah