Komitmen

08 September 2021

Oleh : Admin Mushida

mushida
Komitmen

Pelajaran berharga diberikan oleh seorang pemimpin hari ini.

Dahulukan yang mengundang lebih dulu.

Jawaban satu kalimat, dari uraian (permohonan) saya yang panjang kali lebar.

***

Ya, saya sedang meminta izin untuk tidak mengikuti agenda Workshop Pengembangan Yayasan yang sedianya dilaksanakan dua hari ke depan, karena mendadak ada undangan seminar dari Direktorat Kementrian Pendidikan, di mana artikel saya diterima untuk dipresentasikan.

Saya sadar, Workshop Pengembangan Yayasan ini penting, karena di sini kami akan belajar memperbaiki management system lembaga, mulai bidang Pendidikan hingga bidang Non Kependidikan. Namun, undangan dari Direktorat Kementrian Pendidikan ini sungguh sayang untuk dilewatkan. Saya bayangkan, di sana saya bisa bertemu guru-guru keren dari seluruh Indonesia. Berbagi pengalaman dan karya.  

Dengan lunglai, saya kembali ke meja kerja. Berusaha menyembunyikan surat undangan dari Kementrian Pendidikan, agar tidak terlalu galau hati saya. Saya kembali membuka laptop, kembali asyik dalam proses pembuatan laporan kegiatan, yang memang belum terselesaikan. Menjelang dzuhur saya menyempatkan meng-edit beberapa lembar teacher kit. Dan ba’da duhur, beberapa murid mencari untuk meminta tambahan pelajaran. Hari bergulir, seolah tak ada lagi yang perlu diresahkan.

Jadi ingat nasehat seorang teman, pertimbangkan berdasarkan: penting – mendesak, penting – tidak mendesak, tidak penting – mendesak, tidak penting – tidak mendesak. Lebih lengkap lagi, dengan pertimbangan berdasarkan, mana yang mudhorotnya lebih sedikit.

Kalau seperti yang dikatakan Miss. Dita, seorang pegiat ekonom, ini dinamakan prinsip opportunity cost atau biaya pengorbanan. Yaa, apapun istilahnya, tetaplah itu berupa pilihan yang berat untuk diputuskan.

Dan, nasehat beliau yang tegas, mendahulukan yang mengundang terlebih dahulu dengan segala resiko yang menyertainya, harus diakui menjadi pilihan paling bijak untuk diambil saat ini.

Pesan pun dikirimkan. Konfirmasi dan permintaan maaf untuk sebuah “ketidakhadiran.” Saya tutup mata dengan segala resiko. Toh kemungkinan resiko terbesar hanya mengenai diri sendiri, tidak merugikan orang lain. Bismillah, message sent.

***

Dua hari kemudian.

Pukul 07.30 WIB. Saya sudah duduk manis di ruang pertemuan. Siap belajar dan belajar. Sudah tak terpikirkan lagi undangan dari Direktorat Kementrian Pendidikan. Judulnya, belajar ikhlas.

Pukul 10.30 WIB. Bib… bib, sebuah pesan masuk melalui Whats App, datang dari salah satu panitia seminar Direktorat. Pesannya berbunyi, ”Selamat pagi. Ibu diusulkan menjadi salah satu peserta seminar tahap II Direktorat Kementrian Pendidikan, yang dilaksaksanakan pekan depan. Mohon konfirmasi kesediaan dikirimkan melalui email.

Subhanallah, hampir menjerit saya saat itu. Ternyata, saya tidak kehilangan kesempatan untuk mempresentasikan artikel saya. Hanya terganti di waktu lain yang Insya Allah lebih tepat. Cukup satu menit “konfirmasi kesediaan” dikirimkan, dan ‘ketidakhadiran’ itu terbayarkan.

Hari itu, tiba-tiba semuanya yang ada di ruangan terlihat lebih cerah dari sebelumnya. Yang terbersit adalah, keyakinan saat kita ikhlas menjalani segala hal karena Allah semata. Saat ketaatan pada pimpinan dijaga, saat itulah kemudahan Allah SWT akan datang dari pintu yang tak disangka-sangka. Wallahu a’lam bisshowab.*/Dyah Eka Puspitasari