Islam dan Budaya Organisasi

28 Oktober 2021

Oleh : Admin Mushida

mushida
Islam dan Budaya Organisasi

Islam bukanlah sekadar agama yang memuat ritual ibadah saja. Islam sebagaimana yang digambarkan oleh Hasan Al Banna adalah keyakinan dan ibadah, negara dan kenegaraan, agama dan pemerintahan, ruhaniyah dan amal, kitab suci dan pedang. Gambaran utuh tentang Islam ini menyebar di semua aspek kehidupan manusia. Pun dalam soal membangun organisasi yang menghimpun berbagai watak manusia, pola pikir, dan model kerja dalam satu langkah mencapai tujuan yang diinginkan.

Dalam mendinamiskan langkah, suatu organisasi perlu membangun budaya organisasi yang baik. Budaya organisasi yang didefinisikan sebagai seperangkat keyakinan atau nilai yang menjadi ciri khas suatu organisasi dan harus dijadikan karakter dan budaya setiap individu yang berada dalam suatu organisasi, sungguh memiliki peran penting dalam organisasi. Baik dan kuatnya budaya yang dibangun dalam suatu organisasi akan memberikan stabilitas pada organisasi, sebaliknya jika budaya organisasi lemah, maka akan memicu lemahnya kinerja yang akan berakibat pada keseimbangan organisasi.

Tentang budaya organisasi, Islam telah memberikan kisi-kisi yang jelas untuk dieksplorasi lalu diterapkan. Beberapa nilai yang harus dimasukkan dalam budaya organisasi Islam antara lain:

  • Ikhlas

Setelah visi organisasi yang dapat digambarkan sebagai niat dijadikan tujuan bersama oleh masing-masing individu yang tergabung dalam suatu organisasi, keikhlasan dalam memberi dan menerima tugas kerja adalah mutlak dimiliki oleh setiap individu. Apalagi organisasi yang dibangun bersama tersebut adalah organisasi dakwah yang notabene mengusung Agama Allah Swt sebagai produk utama. Saat langkah menjajakan produk dakwah dimulai, sungguh perjalanan ibadah menuju Allah Swt sedang dimulai. Allah Swt memerintahkan hamba-Nya yang meniti organisasi besar dakwah Islam ini untuk memurnikan kerjanya hanya untuk-Nya. Allah Swt berfirman,

  وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ 

dan tidaklah mereka diperintah kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan ikhlas semata-mata karena menjalankan agama ini….” (QS. Al-Bayyinah: 5)

Keikhlasan mencakup penerimaan atas segala bentuk konsekuensi yang ada di jalan dakwah. Baik dan buruknya perlakuan orang lain, santun dan kasarnya mad’u, berat dan ringannya ladang dakwah adalah sekelumit dari konsekuensi tersebut.

  • Integritas tinggi

Integritas dapat diartikan kepaduan dan keutuhan pribadi. Menurut Sayyid Quthb, integritas mengandung makna Ash-shidq dan istiqomah, kejujuran dan konsistensi. Dalam tafsir tentang ayat ”Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Shaff: 2-3)

Sayyid Quthb mengatakan bahwa orang yang memiliki integritas adalah orang yang dimensi batinnya sama dengan dimensi lahirnya dan laku perbuatannya sama dengan omongannya. Dengan makna ini, sungguh integritas adalah perilaku yang bernilai tinggi. Jika integritas telah menjadi budaya organisasi, akan terlihat hasil kerja sebagaimana yang ditunjukkan oleh Nabi Yusuf As saat menjadi Menteri perekonomian Mesir, akan terlihat hasil yang dicontohkan oleh 3 generasi pilihan pembangun peradaban Islam, generasi  sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in.

  • Profesional 

Profesional secara umum dapat diartikan sebagai bentuk kerja secara total dan menurut aturan-aturan yang berlaku. Rasulullah Saw telah mengajarkan profesionalitas dalam bekerja. Beliau bersabda dalam hadits,

(إِنّ اللَّهَ تَعَالى يُحِبّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلاً أَنْ يُتْقِنَهُ). روى الإمام البيهقي رحمه الله عن أم المؤمنين عَائِشَةَ

Sesungguhnya Allah Ta’ala mencintai apabila seseorang mengerjakan suatu pekerjaan lalu dia itqon (profesional) HR. Baihaqi

Contoh profesionalitas kerja dapat kita temukan saat perang Uhud. Kekalahan kaum muslimin di putaran kedua peperangan menjadi bukti bahwa profesionalitas kerja sangat berpengaruh pada hasil yang didapatkan. Begitu juga saat perang Ahzab, profesionalitas dan pengetahun menjadi salah satu sebab kemenangan kaum muslimin dalam perang tersebut. Kegagalan dan keberhasilan dari dua perang yang berbeda di atas, cukuplah menjadi contoh bagi kita bahwa profesionalitas dalam bekerja menjadi hal mutlak yang harus dijadikan budaya organisasi.

  • Musyawarah

“…dan urusan mereka dimusyawarahkan di antara mereka” potongan ayat dari surat Asy Syura ini adalah salah satu ciri orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Rabb mereka. Musyawarah harus dijadikan budaya dalam organisasi, karena tanpa musyawarah hasil yang didapatkan menjadi hasil pendapat sendiri, bukan organisasi. Betapa banyak peristiwa yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad Saw dalam mengambil keputusan dengan bermusyawarah. Walaupun setiap individu dalam suatu organisasi merasa bahwa keputusan dari hasil musyawarah membutuhkan waktu yang lama, musyawarah tidak boleh ditinggalkan. Musyawarah juga menjadi adab dalam pengambilan keputusan dalam sebuah kerja bersama (‘amal jama’i)

  • Memberikan manfaat

Asas selanjutnya yang harus dijadikan sebagai budaya organisasi adalah manfaat. Kerja-kerja yang diciptakan sebuah organisasi harus mengandung maslahat/kebermanfaatan untuk pelaku organisasi dan juga orang lain. Dari Abu Hurairah, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda,

الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu syaithon.” (HR. Muslim)

Budaya “ihrish ‘alaa maa yanfa’uka” harus ditanamkan dalam setiap individu agar tujuan-tujuan kebaikan yang diusung organisasi dapat dicapai dengan mudah.

  • Keseimbangan

Keseimbangan (tawazun) antara kepentingan umum dan khusus, pribadi dan jama’ah (anggota organisasi) menjadi hal penting dalam menjalankan kerja organisasi. Tawazun dalam segala hal dicontohkan oleh Allah dan Rasulullah. keselarasaan dalam penciptaan semesta alam menunjukkan keseimbangan yang dijaga oleh Allah. Rasulullah juga menunjukkan bagaimana beliau mengatur kerja-kerja dakwah tanpa mengabaikan hak pribadi dan keluarga.

Sesungguhnya keterbatasan ruang dan waktu untuk membahas nilai-nilai yang menjadi budaya organisasi dakwah bukanlah batasan bahwa nilai-nilai kebaikan pribadi dan jama’ah hanya 6 hal ini. Masih banyak nilai-nilai dan contoh-contoh yang telah diberikan oleh Islam untuk dijadikan pegangan dalam membangun sebuah organisasi ideal. Wallahu a’lam.

*/Sarah Zakiyah
Sekretaris Jenderal PP Mushida