Iman dan Puasa Ramadhan

04 April 2022

Oleh : admin

mushida
Iman dan Puasa Ramadhan

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183)

Ayat tentang berpuasa tentu sudah familiar bagi kita, bahkan kita mampu menghafalnya sejak bersekolah di tingkat dasar. Tapi apakah kita mengetahui, mengapa Allah menyapa kita dengan sapaan, “Wahai orang-orang yang beriman,” mengapa Allah menyeru dengan menyebut hamba-Nya sebagi orang yang beriman. Untuk memenuhi perintah-Nya dalam melaksanakan puasa, mengapa Allah tidak memanggil dengan “Wahai orang-orang yang berfikir,” atau “Wahai orang-orang yang mengerti.”

Ternyata ada hikmah di balik itu semua. Melalui perintah-Nya, Allah tidak mengkhususkan perintah ini untuk ditunaikan bagi kaum Adam atau kaum Hawa saja. Namun seruan ini wajib ditunaikan bagi semua hamba-Nya, baik laki-laki maupun perempuan, kaya atau miskin, muda atau tua, penguasa atau rakyat biasa.

Hanya orang yang beriman yang berhak berpuasa Ramadhan. Menurut Dr. Amir Faishol Fath seorang pakar tafsir Al-Qur’an, ada hubungan antara iman dengan puasa Ramadhan. Mengapa Allah memanggil kita dengan panggilan tersebut, bukan dengan panggilan yang lain. Beliau berpendapat bahwa Allah senantiasa bersama orang yang beriman, seseorang yang memiliki keimanan maka sejatinya ia sedang menutup dirinya dari segala hawa nafsu, dan orang yang beriman selalu menegakkan pilar-pilar Islam.

Orang yang beriman adalah yang selalu merasa diawasi oleh Allah Ta’ala. Ia tidak melakukan suatu amal hanya jika ada orang yang melihatnya. Ia tidak akan melakukan maksiat meski tidak ada orang yang melihatnya.  Ia melakukan amalan ada atau tidak ada orang yang melihat. Dan ia tidak melakukan maksiat ada atau tidak ada yang mengetahuinya.

Inilah orang yang selalu menghadirkan Allah dalam hatinya. Hatinya bersih dari riya’ dan sum’ah. Bukan karena ingin dilihat orang. Ia beribadah bukan karena ingin hadiah. Ia mengaji bukan karena ia sudah berhaji. Semata-mata ia melakukan suatu amalan karena hanya mengharap ridha-Nya.

Orang yang memiliki keimanan maka ia tidak akan bersikap munafik. Orang yang munafik adalah orang yang tidak selaras antara ucapan dan perbuatan. Bisa saja di hadapan orang dia mengaku puasa, namun ketika tidak ada orang maka ia makan dengan sesukanya. Berbeda dengan orang beriman, ia tidak hanya berpuasa di hadapan banyak orang, tapi juga tetap berpuasa ketika tak berhadapan dengan orang lain. Karena ia yakin, bahwa setiap saat ia selalu berhadapan dengan-Nya. Ada malaikat yang siap mencatat amal perbuatannya.

Orang yang ada iman di dalam hatinya, maka ia akan berusaha menutup dirinya dan tidak akan membiarkan maksiat mengotori hatinya. Bukan hanya mencegah mulut dari makanan dan minuman yang masuk, namun juga mencegah hati dari hawa nafsu yang membelenggu. Ia berusaha menahan lisan dan perkataan yang kotor, mencegah mata dari segala yang buruk, dan mencegah telinga dari sesuatu yang tidak pantas didengar. Dengan hati dan panca indera, ia mampu melawan godaan syaitan dan sukses mengalihkan pada suatu kebaikan. Orang yang hanya memiliki keimanan lah yang mampu mengalahkan hawa nafsunya.

Selanjutnya, menurut Dr. Amir Faishol Fath puasa adalah salah satu pilar dalam ajaran Islam. Hanya orang yang beriman yang mau dan mampu mendirikan pilar-pilar tersebut. Hanya orang yang beriman yang sadar bahwa wajib baginya untuk menegakkan pilar dan memenuhi seruan Allah. Sedangkan orang yang tiada iman dalam hatinya tidak akan peduli dan abai terhadap apa yang diturunkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Kita harus memahami bahwa yang dibutuhkan untuk menjalankan ibadah puasa adalah kualitas iman bukan kuantitas yang sifatnya duniawi. Orang yang berpuasa tanpa ada keimanan dalam hatinya, maka ia tidak akan mendapat apa-apa kecuali lapar dan dahaga. Maka dengan panggilan ini, kita memantaskan diri seberapa banyak keimanan di dalam hati. Dengan keimanan yang kita miliki, kita penuhi seruan Allah untuk berpuasa di bulan yang suci. Semoga dengan keimanan ini kita layak mendapat keutamaan dan pahala dari Ilahi. */ars