Muslimat Hidayatullah Bali Selenggarakan Seminar Parenting

14 Desember 2024

Oleh : admin

mushida
Muslimat Hidayatullah Bali Selenggarakan Seminar Parenting

(Bali, mushida.org) Muslimat Hidayatullah Denpasar mengadakan Seminar Parenting Keluarga dengan tema “Pola Asuh yang Tepat Di Era Digital” pada hari Jum’at, 13 Desember 2024, dengan narasumber Bunda Agus Binti Khairiyah, S.Psi, M.Si di Musholla Madya Hidayatullah, Denpasar. Seminar ini terbuka untuk umum dan diikuti lebih dari 50 yang terdiri dari guru, wali murid, dan komite Hidayatullah.

Seminar diawali dengan paparan pentingnya peran orangtua dalam pengasuhan, agar bisa membentuk keluarga yang sakinah mawadah  warahmah dan menelurkan anak-anak sholih sholihah yang akan menghasilkan generasi yang Islami dan berakhakul karimah.

“Seiring perkembangan zaman, teknologi semakin maju dan berkembang. Sekarang kita sampai pada zaman digital yang segala informasi bisa diakses hanya dengan membuka ponsel. Sesuai dengan ucapan Ali bin Abi Thalib, didiklah anak sesuai dengan zamannya, maka kita sebagai orang tua juga harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang ada,” terang psikolog ini.

Namun perlu diingat bahwa teknologi yang ada sekarang, tidak hanya mempunyai dampak positif melainkan juga dampak negatif. Dampak positif yang dirasakan di antaranya adalah sebagai media belajar dan mencari informasi, sarana komunikasi antara orang-tua dan anak, teman-teman, sahabat dan lain-lain. Dampak positif lainnya adalah mendapat hiburan yang bermanfaat.

Adapun dampak negatif bila terlalu banyak bermain ponsel adalah radiasi, kesehatan fisik, pola makan yang buruk, kesehatan mental, dan lain-lain.

“Pendampingan orangtua saat anak berinteraksi dengan ponsel sangat penting, karena anak belum tentu tahu dan sadar tentang dampak yang terjadi. Perkembangan pertumbuhan anak pada fitrahnya mengalami fase kanak-kanak, remaja, dewasa dan tua. Pada fase kanak-kanak dan remaja, pendampingan orangtua sangat penting, utamanya dalam era digital seperti sekarang,” ujarnya.

Pada masa anak-anak terdapat fase emas di mana anak menyerap segala informasi dan menirunya. Karena itulah perlu adanya pengawasan ketat dari orang tua untuk penggunaan ponsel. Karena pada usia balita, anak belum paham dan mengerti dengan sadar atas segala yang dilihat, didengar, dan diperbuat. Dampak negatif dari ponsel bisa dihindari apabila ada pembatasan penggunaan ponsel, aturan yang jelas mengenai apa yang bisa ditonton, serta bimbingan dari orangtua terhadap tontonan anak.

“Jangan sampai anak-anak dibiarkan tanpa pengawasan dan pendampingan terhadap apa yang dilihat dan di tonton, karena dikhawatirkan tontonan tersebut tidak mendidik, tidak memberi contoh kebaikan, tidak sesuai syariat agama, bernilai kekerasan, perundungan, bahkan mempengaruhi mental anak-anak. Begitu pun saat anak menjelang remaja, pengawasan dan pendampingan tetap diperlukan,” tegasnya.

Menurut para ahli, anak-anak sebaiknya diperbolehkan memegang ponsel antara usia 12-16 tahun. Itu artinya bahwa usia remaja merupakan sasaran yang utama dari tontonan di ponsel. Remaja yang masih berjiwa labil dikhawatirkan terpengaruh pola perilaku dan pola pikirnya terhadap apa yang dilihat.

Lebih jauh, mental health, self harm, self diagnosis, anxiety, depresi, dan kesehatan mental lainnya kerap menghantui remaja. Begitu juga kekerasan, bullying, pelecehan seksual, penculikan, dan lain-lain adalah dampak negatif karena remaja belum mampu memilih dan memilah dengan baik apa yang dia lihat. Mereka hanya bisa menikmati tontonan tanpa tahu dan sadar tontonan mereka bisa mempengaruhi perkembangan jiwa.

Pengawasan dan pendampingan diperlukan agar muncul sikap mampu mencerna, mandiri dalam berpikir, bertanggungjawab atas perbuatan, dan segala bentuk konsekuensi remaja saat melihat dan mendengar sebuah tontonan. Di umur 12-16 tahun diharapkan remaja sudah mampu secara mandiri untuk bertanggungjawab terhadap dirinya. Hal ini tentu mempengaruhi juga terhadap sikapnya kepada sebuah informasi yang datang padanya.

Jika di masa kanak-kanak saat melihat ponsel ia tidak bisa memilah bahwa itu baik atau buruk, namun diharapkan saat remaja hal itu sudah tidak ada lagi. Remaja harus mampu mengatakan tidak terhadap nilai-nilai negatif yang diperkenalkan oleh ponsel, seperti gaya hidup berpacaran, gaya berpakaian yang cenderung terbuka.

“Tanggungjawab seorang remaja terhadap dirinya harus ditegakkan, agar ia bisa mengikuti perkembangan zaman di era digital, namun sekaligus juga mampu menahan tantangan perkembangan zaman yang buruk. Pada akhirnya, pola asuh terbaik harus kita contoh dari Rasulullah. Sebagai uswatun hasanah, beliau telah mencontohkan nilai-nilai kebaikan yang abadi. Pengintegrasian antara perkembangan zaman di era digital dengan risalah yang dibawa Rasulullah akan mampu melahirkan generasi muda yang Islami, yang tak keluar dari jalur syariat dan akidah,” ucapnya. */Lusia Eksi, PD Mushida Bali