Pagi ini, aku terbangun pukul 05.15 WIB. Kuraih handphone, dan kunonaktifkan mode pesawatnya. Sebelum tidur memang aku sempat mengaktifkan mode pesawat pada handphoneku. Ketika handphoneku sudah terkoneksi dengan data seluler, puluhan notifikasi pesan masuk terlihat di layar hp. Aku belum sempat membuka satu per satu. Tetapi ada satu notifikasi yang terbaca sekilas, dan membuatku shock bukan kepalang. Hanya sepotong kalimat yang terbaca, tapi aku sudah bisa memahami maksudnya. Hatiku sontak bak dihantam palu godam keterkejutan dan terutama, kesedihan.
“Innaalillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Telah meninggal dunia Ust. Asih Subagyo,” itulah sepotong kalimat di notifikasi whatsapp masuk yang pertama kali terbaca olehku. Dengan jantung berdentam-dentam, kuklik notifikasi tersebut. Hatiku berharap berita itu tidak benar. Setelah WA terbuka, puluhan whatsapp masuk di berbagai grup, ucapan takziyah dan belasungkawa atas kepergian beliau. Ya Allah, ternyata ini benar, ini nyata.
Hari ini, segenap kader Hidayatullah dari seluruh Indonesia berduka. Salah satu kader terbaik, think tank dan gerbong pemikir Hidayatullah telah pergi.
Kami akan rindu dengan taushiyah beliau. Kami akan rindu ceramah dan penyampaian materi dari beliau yang lugas, bernas, dan sarat ilmu, wawasan serta pemikiran-pemikiran brilian. Beliau adalah salah satu pemateri favoritku. Menyimak pemaparan beliau, waktu berjam-jam pun terasa singkat. Kepiawaian retorika, pemilihan diksi yang menarik, keluasan ilmu dan wawasan, membuat kami selalu betah mendengarkan beliau berbicara. Dan kami selalu mendapatkan pencerahan dan insight baru dari pemaparan materi beliau.
Terakhir berjumpa secara langsung dengan beliau, tanggal 16 November malam, di sela-sela acara Pelatihan Talenta Muda Muslimat Hidayatullah. Saat itu beliau berkenan menerima kami, beberapa orang Pengurus Pusat Mushida di kamar wisma Hidayatullah Cipinang. Ceritanya kami bertujuan untuk menjenguk, sembari ingin mendapatkan pencerahan dan arahan dari beliau.
Sambil berbaring dengan posisi setengah duduk di atas ranjangnya, beliau panjang lebar berbicara, memberi motivasi, arahan dan wawasan-wawasan keorganisasisan serta berbagi kisah dan pengalaman beliau saat menjalani proses pengobatan penyakit kanker multiple myeloma di Malaysia. Beliau menceritakan mendapat banyak kemudahan dalam proses pengobatan ke Malaysia dan sampai kembali ke Indonesia.
Begitu semangatnya beliau berbagi ilmu, kisah dan pengalaman, hampir 2 jam pun berlalu tanpa terasa. Waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB. Beliau belum terlihat mengantuk, bahkan masih ingin berbicara lebih banyak lagi. Tetapi tubuh beliau tentunya butuh istirahat, akhirnya istri beliau memberi kode agar beliau segera menyudahi pembicaraannya.
Salah satu pesan beliau yang masih terngiang di ingatan, “Lakukanlah kebaikan yang banyak, Allah pasti akan membalas kebaikan yang kita lakukan.”
Esok paginya, tepatnya ba’da subuh, beliau juga sempat memberikan materi kepada para peserta Pelatihan Talenta Muda Muslimat Hidayatullah melalui Zoom.
“Dakwah harus berlanjut, karena umur dakwah lebih panjang dari umum manusia. Saat ini, dakwah Hidayatullah mendapatkan tantangan baik dari internal maupun eksternal. Faktor eksternal karena adanya keterbatasan yang membatasi peran muslimah di publik. Feminisme yang sekarang dengan mudah masuk ke ruang-ruang publik muslimah, juga menjadi tantangan tak terhindarkan,” tutur beliau kepada para peserta.
Semoga Allah merahmati beliau dengan seluas-luas rahmat-Nya. Selamat jalan, Ustadz. Beristirahatlah dengan tenang di alam keabadian, sembari menikmati jamuan terindah dari Rabb Yang Maha Rahman. */Zahratun Nahdhah