Membangun Karakter Diri Muslimah dan Teladan Mulia Keluarga Ibrahim Alaihissalam

28 April 2016

Oleh : admin

mushida

Masih dalam rangkaian acara Persidangan Wanita Antarbangsa (Perwanis) 2016 yang berlangsung tanggal 26-27 April lalu di Malaysia lalu, Sekretaris Majelis Penasehat Muslimat Hidayatullah, Irawati Istadi, memaparkan pidatonya pada sidang plenary.

Dalam pidatonya Irawati menegaskan bahwa menjadi ibu bagi muslimat adalah menjadi sebuah keutamaan, walaupun setelah itu seorang muslimat bisa memilih untuk juga menjadi guru, dokter, pedagang, arsitek, dan sebagainya.

“Menjadi ibu dengan tugas utama membangun keluarga professional, mendidik anak menjadi generasi emas bagi agama dan bangsa, adalah peran ibu yang terpenting sebelum mengambil peran lain di luar keluarga. Dan seandainya peran lain di tengah umat pun diambilnya, tetap diwajibkan bagi seorang ibu untuk tetap mengutamakan menyelesaikan tugas-tugas utama dalam keluarga terlebih dulu sebelum melaksanakan tugas untuk umat,” kata Irawati.

Selanjutnya dipaparkannya juga, bahwa untuk bias sukses melakukan tugas berat seorang ibu itulah, maka setiap muslimah harus memiliki keterampilan manajemen diri yang baik sehingga mampu menjadikan diriya sebagai manajer keluarga yang profesional.

Untuk itulah, menurut ibu 6 anak ini, seorang muslimah perlu mempelajari beberapa poin penting berikut.

Pertama, selalu meningkatkan kualitas diri melalui program pengembangan diri yang terencana. Seorang ibu manager keluarga harus selalu meningkatkan potensi yang ada pada dirinya. Harus disediakan waktu bagi ibu untuk itu, sesuai dengan bidang yang dipilihnya.

“Bisa saja ibu memilih untuk meneruskan program belajarnya secara formal di berbagai universitas di luar jam sibuknya dalam mengatur rumahtangga. Atau ibu bisa memilih mengikuti kursus untuk meningkatkan ilmu dan ketrampilan yang menjadi potensinya, mungkin kursus bahasa asing, kursus computer, memasak, dan lainnya. Bisa juga memilih untuk belajar sendiri secara informal, dengan banyak membaca, bertanya kepada para ahli dan mengikuti beragam praktek kegiatan di masyarakat,” tukasnya.

Kedua, lanjut beliau, mengatur, merencanakan dan melaksanakan seluruh urusan operasional kerumahtanggaan menjadi 8 departemen, yaitu departemen pendidikan anak, personalia, keuangan, domestik, spiritual, property, humas dan peningkatan sumber daya manusia.

Dengan membuat perencanaan jangka panjang, menengah dan jangka pendek untuk masing-masing departemen tersebut, akan memudahkan dalam pelaksanaannya. Berikutnya juga disusun program kontrol dan evaluasi secara berkala,

“Maka hasil yang diperoleh akan lebih professional dan berkualitas. Waktu yang tersedia menjadi produktif sehingga ibu bisa menyisihkan waktu untuk berperan lebih banyak bagi kegiatan keumatan,” cakap Irawati.

Ketiga, meneladani gaya manajemen islami seperti yang ditunjukkan melalui keteladanan keluarga nabi Ibrahim as. Beberapa gaya manajemen islami tersebut antara lain melakukan refleksi diri seperti ketika seseorang sedang wukuf di padang Arafah, yaitu dengan mengevaluasi kesalahan diri, menemukan kelemahan dan kekuatan potensi diri, serta memanfaatkan peluang yang ada serta menghadapi tantangan yang menyerang.
 
Contoh dari keluarga Nabi Ibrahim lainnya yaitu teladan membuat perencanaan di malam hari sebelum hari dimulai, seperti saat kita bermalam di Muzdalifah, bersiap untuk lontar jumrah, thawaf dan sa’i. Sambil mempersiapkan kerikil, diibaratkan menyusun sebuah kekuatan dan rencana yang rapi untuk menghadapi hari esok.
 
Manajemen Islami ala keluarga Ibrahim lainnya, membuang kekurangan diri yang ada, serta bangkit melawan tantangan yang menghadang, seperti ketika Ibrahim melemparkan kerikil ke arah setan yang mengganggu, yang direfleksikan dalam lontar jumrah.
 
Selain itu, keteladanan keluarga Ibrahim juga mengajarkan menjaga agar garis kehidupan ini senantiasa dalam lingkaran syariah yang ditentukan Allah, seperti saat kita thawaf mengelilingi ka’bah dalam lingkaran yang rapi yang telah ditetapkan Allah.
 
Dan tak kalah penting, jelas Irawati, manajemen Islam keluarga Ibrahim memiliki etos kerja keras tanpa putus asa yang didasari keyakinan kuat akan datangnya pertolongan Allah, seperti keyakinan dan kerja keras yang ditunjukkan Siti Hajar saat melakukan sa’i. (ybh/hio)