Spesial for Annisa, Inilah 5 Penting yang Perlu Diketahui Calon Penulis

25 April 2016

Oleh : admin

mushida

Oleh Mustabsyirah Syammar

SEBAGAI calon penulis, terkadang kita ditimpa oleh perasaan seperti ini:

“Ah, menulis bukan bakatku….”
“Aku bukan keturunan penulis, jadi wajar jika aku tidak pandai membuat tulisan….”
“Tulisanku jelek, berantakan, gak jelas. Aku malu mempublikasikannya….”
“Aku gak punya pengalaman di dunia tulis menulis….”
“Aku sibuk, gak ada waktu untuk nulis….”

Dan berbagai alasan lainnya, yang mengerucut pada satu kesimpulan yakni memiliki ketidakpercaya dirian untuk menulis.

Tidak sedikit orang yang ingin menyalurkan idenya, pikirannya, perasaannya, namun terkendala ketika menuliskannya. Belum menulis, sudah merasa minder duluan. Sebab merasa tulisannya belum layak untuk dibaca oleh khalayak, merasa tulisannya belum bisa dikatakan tulisan yang hebat, dan merasa tulisannya masih berantakan.

Pikiran-pikiran negatif itulah yang terkadang membatasi kita untuk menyegerakan menulis atau menyelesaikan suatu naskah tulisan. Padahal kita sendiri menyadari bahwasanya kita memiliki potensi yang besar untuk menulis.

Ya, benar. Kita semua memiliki potensi untuk menulis. Sebab, menulis bukanlah suatu bakat yang hanya dimiliki oleh penulis-penulis terkenal saja. Tetapi, menulis merupakan suatu keterampilan yang dimiliki hampir semua orang.

Keterampilan merupakan kemampuan untuk menggunakan akal, fikiran, ide dan kreatifitas dalam mengerjakan, mengubah ataupun membuat sesuatu menjadi lebih bermakna sehingga menghasilkan sebuah nilai dari hasil pekerjaan tersebut.

Keterampilan tersebut pada dasarnya akan lebih baik bila terus diasah dan dilatih untuk menaikkan kemampuan sehingga akan menjadi ahli atau menguasai dari salah satu bidang keterampilan yang ada. Contohnya saja keterampilan dalam bidang menulis.

Menulis dapat menjadi suatu keahlian bagi seseorang jika sering dilatih. Namun, jika tidak sering dilatih, maka menulis hanyalah sebatas kemampuan yang pada umumnya dimiliki semua orang, tidak sampai pada tingkat ahli.

Hampir semua orang pasti pernah menulis. Entah menulis diary atau buku harian, memo, nota, surat, sms, email, artikel, essay, sampai menulis sebuah buku. Hal tersebut menunjukkan, bahwasanya keterampilan menulis lahir dari suatu hal yang sederhana, seperti mencurahkan perasaan di buku harian atau blog pribadi, menyurati teman, menyampaikan pesan, berbagi resep makanan, dll.

Namun, dari hal yang sederhana tersebut, dapat menjelma menjadi hal yang tidak lagi sederhana, seperti menggerakkan massa, menjadi duta wisata, menggalang opini publik, bahan riteratur dunia, dll. Hal tersebut dapat terjadi jika keterampilan menulis senantiasa dilatih dengan intens.

Latihan yang intens tersebut, menjelma laksana bola es kecil yang menggelinding dari atas bukit. Makin lama makin membesar, hingga mengandung kekuatan yang besar pula.

Pun demikian dalam berdakwah. Bagi para muslim dan muslimah, penting kiranya untuk melatih keterampilan menulis yang dimiliki.

Sebab, esensi tulisan dalam aktivitas dakwah juga memiliki kekuatan yang cukup krusial dalam menjawab permasalahan ummat. Hal ini tergambar jelas pada perhatian masyarakat yang semakin tinggi terhadap aktivitas-aktivitas di media sosial yang hampir sebagan besar berinteraksi lewat tulisan.

Jika aktivis dakwah tidak gesit mengambil setir dalam hal ini, maka masyarakat akan semakin jauh dari nilai dakwah sebab terlalu banyak melahap sajian-sajian yang kering akan nilai Islam bahkan menyesatkan. Naudzubillah.

Seorang penulis yang bertindak sebagai narasumber dalam suatu seminar literasi pernah menyampaikan bahwa sebuah gagasan seburuk apapun, seculun apapun, sejelek apapun tetaplah menjadi tulisan jika dituliskan. Maka dari itu, menulislah. Sebab menulis itu sekali lagi bukan berbicara tentang bakat, namun berbicara tentang keterampilan.

Ada 5 hal penting yang perlu diketahui oleh calon penulis, yakni:

Pertama, jangan terlalu banyak berpikir tentang teori menulis. Tulis saja apa yang sedang kita pikirkan. Seperti halnya belajar naik sepeda, tidak perlu memikirkan bagaimana teori yang baik untuk mengendarai sepeda. Kayuh saja sepedanya, latihan terus hingga kita mendapati diri kita dapat mengayuh sepeda dengan lancar. Begitupula dengan menulis.

Tidak usah merasa terlalu dipusingkan dengan berbagai teori menulis. Tulis saja apa yang sedang kita pikirkan. Latih terus keterampilan menulis kita. Hingga kita mendapati diri kita dapat menulis dengan baik dan lancar.

Imam Bukhori, beliau pernah bangun dari tidurnya di suatu malam. Dia pun menyalakan lampu dan mencatat ilmunya yang terlintas di benaknya, lalu ia mematikan lampu kembali. Kemudian ia bangun lagi dan melakukan hal yang sama.

Demikian, sampai hal itu terjadi kurang lebih dua puluh kali dalam semalam. Begitulah cara ulama membiasakan dirinya dalam menulis.

Kedua, berlatihlah menulis hal-hal yang ringan. Manfaatkanlah media sosial yang ada seperti facebook, twitter, blog, dsb. Sebab media-media tersebut cepat mendapat respon dari pembaca. Respon-respon tersebut dapat berupa apresiasi, kritikan, masukan, atau saran yang dapat kita jadikan bahan perbaikan terhadap tulisan kita.

Sehingga kualitas tulisan semakin meningkat. Hindari copy paste atau plagiasi. Berpijak di atas karya sendiri meskipun jelek itu lebih mulia, dari pada merasa bangga berpijak di atas karya orang lain.

Ketiga, jangan menulis sesuatu yang tidak Anda kuasai. Jadilah penulis cerdas yang berwawasan luas. Perbanyaklah membaca, bergaul dan lakukanlah rihlah (perjalanan) sebagai bekal.

Dengan membaca, akan memperkaya otak akan ilmu dan mempermudah pemanggilan referensi saat menulis. Dengan bergaul, akan menemukan banyak inspirasi, informasi, ide, pengalaman dari teman-teman di sekitar kita yang dapat dijadikan penguat dalam tulisan.

Dengan melakukan rihlah (perjalanan), dapat merilekskan pikiran, dan juga membuka wawasan terhadap fenomena alam, keberagaman sosial, dan banyak tempat yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk memperkaya sebuah tulisan.

Keempat, tidak usah pusing memikirkan gaya menulis. Gaya menulis akan datang dengan sendirinya seiring dengan jam terbang. So, jangan pikirkan gaya dulu. Tulis saja, komitmenkan dan disiplinkan.

Kelima, hati-hati menggunakan peliuk-liukan bahasa. Maksud peliuk-liukan bahasa adalah penggunaan bahasa yang rumit biar kelihatan intelek.

Ingat, tujuan kita menulis adalah agar orang lain paham tentang apa yang kita tulis, bukan membuat orang sakit kepala karena tidak mengerti maksud dari tulisan kita.

Demikianlah 5 hal penting yang patutnya diperhatikan oleh calon penulis. Dan yang terpenting dari kelima hal penting di atas adalah bersabarlah dalam proses.

“Ketahuilah bahwa sabar, jika dipandang dalam permasalahan seseorang adalah ibarat kepala dari suatu tubuh. Jika kepalanya hilang maka keseluruhan tubuh itu akan membusuk. Sama halnya, jika kesabaran hilang, maka seluruh permasalahan akan rusak.” (Ali bin Abi Thalib)

_______
*) MUSTABSYIRAH SYAMMAR, penulis adalah pengurus Annisa Muslimat Hidayatullah Kota Samarinda, Kalimantan Timur.