Urgensi Sejarah Islam dan Budaya Ilmu untuk Membangun Peradaban

15 September 2016

Oleh : admin

mushida

Oleh Arvianti Rohana*

Pada zaman dahulu kala – Pada zaman jahiliah –  Hiduplah seorang Rasul – Yang terakhir dan Mulia – Nabi Muhammad namanya – Siti Aminah Ibunya – Abdullah nama Ayahnya – Madinah tempat hijrahnya – Setelah dewasa – Diangkat menjadi Rasul – Oleh Allah yang Kuasa pencipta Alam Semesta…

BAIT lagu di atas seolah cerminan bahwa sejarah Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam telah berhasil direkam dan ditranfer ke memori anak-anak kita.

Maka, beruntunglah yang sekolah TK-nya di sekolah Islam, minimal mereka hafal lagu Nabi Muhammad. Lalu, bagaimana jika pendidikannya di sekolah umum yang tak banyak mengajarkan aspek keagamaan?

Sudahkah tokoh besar Nabi Muhammad yang mengajarkan Islam yang menyelamatkan kita semua itu dikenal, dipahami, dicintai, diidolakan dan ditiru sekecil apapun perilaku beliau?.

Sudahkah anak-anak kita tahu dan mengenal tentang bagaimana sikap Nabi saat mau tidur, makan, bekerja, bergaul, berperang dan sebagainya.

Pertanyaan tersebut perlu dijawab bukan saja karena dengan cinta pada nabi dengan meneladani perilakunya pasti bahagia dalam hidupnya dunia dan akherat. Melainkan juga ini penting menjadi bahan intropeksi kita sebagai orangtua.

Bagaimana pula sejarah perintisan beliau membangun masyarakat dan negara yang kompak keimanannya, keilmuannya, dan amal sholehnya. Bagaimana pula sejarah orang-orang yang sempat hidup bersama beliau yang dididik langsung oleh Rasulullah.

Keistimewaan akhlak mereka menggambarkan betapa penuhnya hati mereka akan rasa cinta kepada Allah, Rasul, surga, dan pertemuan dengan akherat.

Betapa mereka mati dengan keharuman karya nyata berupa pengorbanan, cita, cinta, dan kesabaran yang menakjubkan.
         
Bagaimana pula sejarah para ulama-ulama penyebar Islam ke seluruh nusantara dengan pendekatan perniagaan sehingga di Tidore ada ulama bernama Ahmad Lussy yang kemudian dibelokkan sejarahnya oleh pribadi licik yang membenci Islam menjadi “Pattimura” atau “Matulessy”. Dan kita, umat Islam, -anehnya- setuju saja.

Bagaimana tokoh besar Ibnu Taimiyah itu menjadi idola yang terhormat? Bukan malah terkubur dalam ingatan.
         
Jasmerah

Jangan sekali-kali melupakan sejarah (jasmerah). Demikian ungkapan populer sering kita dengar yang intinya menekankan pentingnya menangkap hikmah dari sejarah yang telah berlalu tetapi selalu berulang dalam konteks dan waktu yang berbeda.

Sejarah adalah ingatan kita. Jika kita buta sejarah maka sama saja hidup tanpa ingatan. Hilang ingatan menyebabkan banyak kesalahan keputusan, keliru kebijakan, dan pertimbangan.

Lemah dalam memahami sejarah dapat menyebabkan kita tergelincir dari rel yang benar daripada ketajaman melihat rel atau jalan kehidupan itu sendiri.

Yang lebih parah lagi adalah buta sejarah Islam. Buta sejarah Islam itu fatal dan ini sedang menjangkiti umat Islam. Para orangtua sudah lupa menanamkan  sejarah islam kepada anak-anaknya. Para guru belum maksimal dalam penanaman tokoh-tokoh Islam atau Negara.

Di waktu yang sama kita tidak tergiur mengikuti teladan tokoh-tokoh Islam yang telah memberikan sumbangsih besar terhadap kemerdekaan yang namanya harum mewangi dicatat dengan tinta emas sejarah keindonesiaan. Mana bau dan rasanya? Sesungguhnya orang beriman itu baunya seperti kesturi yang semerbak harum kemana-mana, rasanya manis, segar penampilannya , menarik dan dibutuhkan setiap keadaan.
           
Menurut John. L. EXPosito, suatu ummat akan bisa memberikan pengaruh yang kuat kepada umat disekitarnya jika memiliki tiga hal mendasar, yaitu:

Pertama, keyakinan yang benar dan kuat terhadap cara pandangnya tentang siapa sebenarnya manusia dan apa sebenarnya alam semesta.

Kedua, kemampuan menuangkan keyakinan itu secara cerdas dan  berani dalam bentuk kebijakan akademik dan saintifik.

Dan, ketiga, adanya par excellent. Manusia unggul, SDM yang memiliki ruh keyakinan yang benar dan berpijak pada keyakinan itu dalam kehidupannya.

Bukankah kita umat islam paling benar keyakinannya tentang pencipta manusia dan alam semesta adalah Allah. Penguasa tunggal. Islam adalah keyakinan iman yang paling benar dan paling ada dasarnya.

Hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama/ addien  dan aku meridhoi Islam sebagai Dien kalian semua manusia (Q.S. Al Maidah: 3).
           
Adakah keyakinan lain yang bisa diakui kebenarannya secara tertulis? Tidak ada. Kitab mana yang menerangkan bahwa selain Islam diridhoi Tuhannya. Omong kosong, nihil. Tidak ada satupun.

Namun, jika ada, itu kata-katanya manusia. Bukan Tuhan. Karena Tuhan hanya menurunkan Al Qur’an untuk ummat Muhammad yang berlaku sampai akhir jaman. Maka, rasionalnya ya adalah “apa kata Al Qur’an”.
           
Karena itu marilah kita segera menyadarkan diri dari phobia kita terhadap Islam. Jangan takut berislam karena Islam itu adalah keselamatan, belas kasih, dan penuh keberkahan. Sebagaimana termaktub dalam ucapan Assalamu ‘Alaikum Warohmatullah Wabarokatuh.  

Jangan takut pakai aturan Islam. Jadilah Islam sebagai pribadi kita yang paling sejati dengan mencintai Allah dan Rasul-Nya, para sahabat, ulama, serta orang-orang sholeh.

Mari kita mendekat kepada sumber kejernihan peradaban yaitu sejarah islam. Galilah melalui sumbernya.
         
Ulama besar Al Maududi berkata sebab kemunduran umat Islam adalah karena melemahnya budaya baca dan budaya ilmu. Melemahnya kegiatan berfikir dan melemahnya spirit keilmuan.

Karena itu, melalui Muslimat Hidayatullah, ayo seminggu sekali ada gerakan lomba ilmiyah, lomba bercerita nabi dan sahabat, lomba pidato, lomba kulim, lomba cerdas cermat, lomba terjamah al Qur’an, olimpiade guru, dan seterusnya.

Semuanya berawal dari budaya baca yang hebat. Tekadkan satu hari 3 buku. Satu minggu satu lomba ilmiyah. Itu baru agen perubahan namanya menuju terbangunnya peradaban mulia.
           
Tidak ada pertanyaan yang tidak menemukan jawabannya jika anda mau membaca buku. Tidak ada ruh dakwah jika tidak ada yang kita idolakan sepenuh hati sepenuh jiwa.

Mulai dari membaca dan membaca!. Mari kita buka mata kita lebar-lebar dan tajam karena kita sebenarnya tidak buta.

Jangan mau dibutakan mata kita oleh orang-orang yang mengajak kita ke neraka. Jangan lagi tutup hati kita dari kejernihan ajaran Islam.

Alirkanlah kejernihan sungai ilmu dari hati kita supaya banyak orang merasa bahagia dengan sebagaimana bahagianya anak-anak bermain di sumber mata air sungai yang jernih di tengah-tengah sawah dan ladang.

Bacalah. Bacalah, bacalah dengan sebut nama Allah, ayat-ayat Al Qur’an dan ciptaanNya. Dengan  membaca dunia terbuka. Samudra ilmu terlihat luas membentang. Mencari ilmu janganlah jemu walau diseberang sungai saja.

________
*) ARVIATI ROHANA, penulis adalah Pengurus Daerah Muslimat Hidayatullah Kota Surabaya, Jawa Timur.