JAKARTA – Kepala Bidang Organisasi dan Annisa Pengurus Pusat Muslimat Hidayatullah (PP Mushida), Ustazah Sarah Zakiyah, S.Pd.I, menjadi narasumber dalam acara Kajian Dhuha Ramadhan yang digelar via TeamLink yang dipesertai oleh Mushida Debek pada 02 Ramadhan 1441 H/25 April 2020.
Dalam materinya, Ustadzah Sarah menerangkan kemhali tentang penamaan bulan-bulan Islam sudah ada sejak zaman dulu. Ramadhan artinya panas, karena umat Islam berpuasa dan menahan diri pada bulan ini. Ada puasa yang diwajibkan sebelum bulan Ramadhan, contohnya puasa Asy-Syuura.
Puasa adalah rukun Islam yang ke 3, yang dijadikan syari’at dalam Islam, dimaksudkan agar manusia dapat mengekang hawa nafsunya. Manusia harus menahan energi syahwat selama bulan Ramadhan.
Ustadzah Sarah menyebutkan, Imam Al-Ghazali membagi Ramadhan menjadi tiga tingkatan, yaitu shoum umum atau puasanya hanya menahan lapas dan haus, sebagaimana yang dilakukan orang pada umumnya. Kemudian shoum khusus atau puasa dengan menahan lisan, pendengaran, dan penglihatan dari hal yang maksiat.Lalu yang ketiga, shoum khusus al-khusus, yakni puasa hati dengan meninggalkan maksiat.
“Puasa tingkatan ketiga ini hanya bisa dilakukan oleh shiddiquun,” kata beliau.
Masih menukil dari pandangan Al-Ghazali, Ustadzah Sarah mengatakan bahwa semua orang bisa melakukan taat tapi semua bisa meninggalkan maksiat. Contohnya, maksiat yang dilakukan di sosmed adalah stalking IG nya para artis, hingga dia lalai terhadap waktu.
“Banyak fadhilah atau keutaam yang terdapat dalam bulan Ramadhan. Keutamaan tidak bisa diqiyaskan, diteorikan, dan dianalogikan. Di antara keutamaan tersebut adalah turunnya Al-Qur’an pada bulan Ramadhan. Sebelum disebut syahru shiyam, bulan Ramadhan disebut syahrul Qur’an, adanya malam lailatul qadar yakni malam yang lebih baik dari seribu bulan,” kata Ustadzah Sarah.
Beliau melanjutkan, keutamaan dalam Ramadhan, dimanfaatkan oleh orang-orang yang membuat hadits dhoif atau maudhu’ tentang keutamaan tersebut. Namun hadits ini tertolak, karena keutamaan tidak bisa diqiyaskan, dan yang meriwayatkan tidak jelas asal usulnya. Contoh hadits maudhu’ yng sering dijadikan dalil adalah, “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah,” ungkapnya.
Ustadzah Sarah pula menjelaskan tentang keutamaan ibadah Qiyam Ramadhan atau qiyamul lail sebagaimana termaktub di dalam Q.S. Al-Muzammil. Beliau menerangkan, Qiyam Ramadhan secara umum dapat diartikan menghabiskan malam dengan belajar, mengaji ilmu, membaca, tilawah, dan sholat. Secara khusus qiyamul lail diartikan dengan sholat lail.
“Sholat lail yang biasa dilakukan oleh Rasulullah adalah 2/3 malam. Sholat Lail adalah ibadah yang disukai oleh Rasulullah. Sampai ada hadits yang meriwayatkan kaki beliau sampai bengkak karena lamanya melakukan sholat lail,” imbuh Ustadzah Sarah.
Kepala Ma’had SMP Putri Hidayatullah Depok ini menjelaskan, Qiyamul lail bagi Rasulullah adalah penambah kebaikan. Sedangkan bagi kita manusia biasa, qiyamul lail adalah penghapus dosa.
“Maka jika banyak ibadah kita yang kurang pada siang hari, lengkapilah dengan qiyamul lail pada malam hari,” kata Ustadzah Sarah memungkasi.