DEPOK – Pembatasan sosial skala besar yang diimbau pemerintah kepada masyarakat, mau tidak mau, memang harus ditaati, sebagai upaya bersama memutus penyebaran wabah coronavirus disease (COVID-19) yang semakin hari kian dahsyat saja.
Di tengah situasi berat tersebut, di satu sisi tuntutan kebutuhan konsumsi rumah tangga sehari hari harus tetap dipenuhi. Di sisi yang lain, ada kekhawatiran jika tak mentaati social distanting, ada ancaman corona yang persebarannya sangat misteri. Hal ini membuat orang sedikit pusing terutama kaum ibu.
Selain harus berhemat selama masa karantina yang cukup panjang, ibu harus berfikir keras memastikan ketersediaan konsumsi harian dari alokasi belanja yang ada. Sementara, di waktu yang sama, dari banyak sumber diketahui jika takaran daya tampung makan orang rumah terpantau meningkat.
Meski dalam masa karantina yang mungkin bikin sumpek apalagi dalam waktu yang tidak sebentar, sebenarnya ada sisi positif lain dari local lockdown ini, yaitu kebahagiaan berkumpul bersama dengan semua anggota keluarga yang selama ini barangkali jarang terjadi.
Tak dinyana, rupanya rasa bahagia itu berdampak pada hormon serotonin, dopamin, endorfin, dan oksitosin sekaligus. Dampak ikutannya kemudian adalah rasa lapar yang acapkali mendera dan –masih menurut beberapa sumber — ada “semacam” bisikan selalu mau ngemil yang, entah kenapa, menggerakkan mulut secara mekanis.
Itulah yang agaknya membuat para ibu perlu memutar otak untuk memastikan ketersediaan bahan di dapur. Namun, karena kondisinya tak memungkinkan ke pasar, cara lain pun ditempuh bahkan cara yang satu ini dianggap lebih efisien.
Sebagai bentuk ikhtiar mencegah covid-19, Muslimat Hidayatullah Depok tidak boleh ke pasar untuk sementara waktu. Untuk mengakali, mereka memesan langsug kepada penjaja sayuran yang diantarkan langsung ke rumah. Selain itu, cara ini turut menggairahkan siklus demand and supply penjual sayur gerobak bentor.
Mereka menyebutnya “belanja online” karena pesanan sayur mayur dipesan terlebih dahulu lewat aplikasi perpesanan WhatsApp lalu pada pagi harinya dihantarkan ke pintu gerbang tempat mereka bermukim.
Penjual sayur yang karib dipanggail Bang Ali ini pun girang betul melalui hari-harinya. Pembelinya sudah pasti, tinggal antar setiap pagi. Alhasil, di becak motornya tak hanya ada sayur mayur, kebutuhan kakus pun tersedia. Murah meriah pula.
Seperti diketahui, pandemi COVID-19 khususnya di Jabodetabek yang mulai masuk sejak awal Maret 2020 lalu, berimbas berbagai sektor. Masalah ekonomi menjadi salah satu sektor yang paling babak belur karena wabah dari Wuhan China ini terus meluas ke berbagai provinsi di Indonesia.
Pemerintah dipaksa putar otak menjaga kestabilan perekonomian nasional yang sedang tergerus rontok. Tak ayal, tidak saja pemerintah, rakyat bahkan merasakan dampak yang paling keras.
Apalagi semenjak berlakunya imbauan social distancing dan disusul phisical distancing atau kebijakan pembatasan sosial dalam skala besar. Bagi wong cilik, kebijakan itu memang serba salah. Keluar mati. Tidak keluar juga mati.