Kepergian Sang Pejuang

11 Juli 2021

Oleh : admin

mushida
Kepergian Sang Pejuang

Ahad, 1 Dzulhijjah 1442 H

Pukul 05.33 WIB

Pagi itu, terdengar suara handphone berdering. Siapa yang menelepon sepagi ini. Handphone baru saja dicharge. Setelah saya selesai menuntaskan pekerjaan di lapotp pukul 23.10 malam, data internet sengaja dimatikan, hingga belum sempat lagi melihat pesan whatsapp. Bertambah kaget lagi ketika tau siapa yang menelepon, ternyata Ustadzah Neny (Kabid Pelayanan Ummat PP Mushida). Hati semakin bertanya-tanya, ada apa? 


“Kenapa, Bu?”

Masih terdengar isak tangis suara di seberang sana. Kalimatnya tidak jelas terdengar. 

“Bu Neny kenapa?”


“Bu Leny… Bu Leny meninggal tadi malam,” suaranya terbata-bata, makin jelas isak tangisnya. 

Aku yang masih belum menangkap baik kalimatnya, kembali bertanya. 

“Bu Leny? Bu Leny kenapa, Bu?”


“Bu Leny meninggal, anti buka handphone ya, buka grup whatsapp. Buat flyer duka cita sekarang.” Begitu ungkapnya sebelum kami mengakhiri telepon.

Benar saja, saat mengaktifkan kembali data internet, grup whatsapp ramai, tak berhenti memunculkan notifikasi baru.

Pagi itu, demi mendengar dan membaca informasi wafatnya sosok ibu dan guru bagi saya, air mata mulai mengalir tak terbendung. Tiba-tiba, teringat momen dan memory kedekatan kami, melintas dan menari-nari di kepala. 

“Say, minta tolong ya buatkan flyer, Bu Fulanah sakit.”


“Kak, minta tolong buatkan flyer ya, untuk belasungkawa Ust Fulan.”


“Kak, dua email Mushida minta tolong diaktifkan lagi, ya.”


“Masya Allah, gercep banget kerja anti, seneng deh.” 


Kira-kira begitulah isi percakapan kami sehari-hari, seputar kehumasan dan lainnya. Sebetulnya ada beberapa pekerjaan yang harus saya tanyakan langsung. Tapi sejak mendengar berita sakitnya 10 hari lalu, saya urungkan lagi niat untuk chat pribadi. Hingga detik ini, masih belum percaya, kalau saya yang harus membuat flyer duka cita kepergian beliau. 

Sejak saya mendapat amanah di PP Mushida, menjadi bawahan beliau, dan langsung di bawah koordinasi Sekjend, kami berkomunikasi bukan hanya sebatas amanah atau pekerjaan. Bukan sebatas atasan dan bawahan. Tapi juga berkomunikasi layaknya ibu dan anak, sahabat atau kawan, juga sebagai guru murid. Bahagia dan bersyukur sekali meski baru kenal dekat enam bulan (sejak sidang komisi rangkaian acara pra Munas 2020), namun meninggalkan kenangan yang sangat berkesan. 

Banyak sekali hal yang perlu saya pelajari sejak mendapat amanah di Mushida. Dan masya Allah, beliau tempat terbaik, tempat saya bertanya dan beguru banyak hal. 

“Bu Len, kalau begini gimana?”


“Bu, artikelnya sudah dicek belum ya? Kalau sudah fix, mau segera diupload.”


“Afwan, Bu Len. Minta tolong cermati dulu ya, berita untuk siaran pers Mushida.”


“Bu, minta koreksinya ya, sebelum dishare ke sosmed official.”


Dan masih banyak lagi percakapan kami di chat pribadi. Terlalu banyak kebaikan yang beliau berikan untuk saya pribadi. Beliau sosok yang ramah, lembut, ceria, selalu tersenyum, dan tak pernah bermuka masam.

Ketika dijapri atau ditanya tentang sesuatu, beliau selalu fast respon. Beliau tak pernah sungkan mengucapkan terima kasih dan maaf. Tak pernah gengsi untuk menyapa atau mengajak ngobrol dengan kami, para junior yang sangat jauh di bawahnya. Beliau seringkali membubuhkan emoticon penuh sayang sebelum kami mengakhiri chat, seperti sosok ibu yang sangat menyayangi anaknya. Sosoknya yang humoris, selalu bisa mencairkan suasana saat rapat. Sangat berdedikasi terhadap amanahnya. Sangat pandai menghibur di tengah-tengah kami. 

Karena kebaikannya itulah, saya berusaha tak pernah terlambat melakukan apa yang beliau instruksikan. Meski harus buka laptop tengah malam, atau harus membuat flyer di pagi buta, meski harus revisi berkali-kali. Bahkan, ketika di tengah kesibukan mengerjakan pekerjaan lain, selalu saya prioritaskan untuk menyelesaikan tugas dari beliau. 

“Beliau adalah seorang syahidah, insya Allah. Hidupnya penuh perjuangan. Hari-harinya dihabiskan untuk berjuang dan mengurus ummat. Kematian sejatinya adalah pengingat bagi kita yang masih hidup. Setelah ini, beliau nanti akan bahagia bertemu dengan Rabb-Nya, Rasulullah, dan menceritakan perjuangannya di dunia bersama Ummahatul Mukminin di surga nanti.” Demikian sambutan yang dituturkan oleh Ustadz Syaikhu, sebelum pelaksanaan sholat jenazah di rumah duka. 

“Almarhumah adalah sosok mujahidah, sejak usia muda waktunya dihabiskan untuk berjuang demi agama,” ungkap Ustadz Hamim Thohari memberi sambutan sebelum pemakaman jenazah.

Kini, figur teladan, kawan, teladan, guru, mujahidah, sosok keibuan dan penuh kasih sayang itu telah tiada. Kami turut berdukacita sedalam-dalamnya. Beliau tuntas menyempurnakan tugasnya di dunia. Baktinya kepada Allah, Rasul-Nya, dan ummat telah purna. Meninggalkan kami yang belum sempurna berguru padanya.

Innaa lillaahi wa innaa ilahi raajiu’uun


“Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Allah SWT.” (QS. Al-Baqarah: 156)


Allaahummaghfir laha warham ha wa’aafi ha wa’fu anha wa akrim nuzula ha wa wassi’ madkhola ha waghsil ha bil maa-i wats-tsalji wal barodi wa naqqi ha minal khothooyaa kamaa yunaqqots tsaubul abyadlu minaddanas.


“Ya Allah, ampunilah, rahmatilah, bebaskanlah dan lepaskanlah dia. Dan muliakanlah tempat tinggalnya, luaskanlah dia. Dan muliakanlah tempat tinggalnya, luaskanlah jalan masuknya, cucilah dia dengan air yang jernih lagi sejuk, dan bersihkanlah dia dari segala kesalahan bagaikan baju putih yang bersih dari kotoran.”

*/ Arsyis Musyahadah