Penerbangan Terakhir dan Pesan Yang Tersurat

23 Oktober 2021

Oleh : Admin Mushida

mushida
Penerbangan Terakhir dan Pesan Yang Tersurat


Pemulangan jenazah almarhum Laendra Rahmat Kartolo tiba di bandara Soekarno-Hatta pada Jum’at (22/10) sekitar pukul 13.10. Jenazah diterbangkan dengan pesawat Etihad bernomor EY474. Ikut dalam kepulangan tersebut, Ustadzah Rita Sahara, istri almarhum, dan Suci Oktaviani, Pengatur Perjalanan Tim Departemen Pendidikan Dasar Menengah DPP Hidayatullah ke Turki. Setelah melalui prosedur pemulangan jenazah dan mendapat hasil PCR (polymerase chain reaction) negatif, ambulans jenazah berangkat menuju Sukabumi, Jawa Barat dengan diikuti mobil iring-iringan yang terdiri dari rombongan Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah, Search and Rescue (SAR) Hidayatullah, keluarga almarhum, dan pengurus Muslimat Hidayatullah.

Pukul 19.02 WIB

Malam itu (22/10), ambulans jenazah bersama mobil iring-iringan akhirnya tiba di sebuah desa di Cikidang, Sukabumi, Jawa Barat. Bulan purnama yang seharusnya menghiasi malam itu tertutup awan yang menjatuhkan rintik hujan.

Akhirnya, seorang mujahid yang gagah dan terkenal ramah itu pulang kembali ke kampung halamannya setelah menghabiskan seluruh hidupnya untuk berdakwah.

Almarhum mengabdikan hidupnya untuk berjuang. Bahkan ketika akan menemui Rabbnya, ia wafat dalam keadaan berjihad.

Allah berfirman,“Wahai manusia! Sesungguhnya kamu telah bekerja keras menuju Tuhanmu, maka kamu akan menemui-Nya.” (QS. Al-Insyiqaq: 6)

Mujahid itu ialah Ketua Departemen Organisasi DPW Hidayatullah Jawa Tengah, Laendra Rahmat Kartolo (51 tahun), yang meninggal dunia dalam perjalanan dari bandara Soekarno-Hatta Jakarta menuju bandara Abu Dhabi. Almarhum, Pembina Yayasan An-Najah Rembang dan Pati Jawa Tengah, meninggal pada Senin (18/10) pukul 03.00 dini hari waktu Abu Dhabi, di pesawat Etihad Airways.

Almarhum adalah salah satu anggota rombongan Safari Pendidikan Departemen Pendidikan Dasar dan Menengah DPP (Dewan Pengurus Pusat) Hidayatullah yang akan melakukan perjalanan selama 10 hari untuk mengunjungi lembaga-lembaga pendidikan dan tempat-tempat bersejarah di Turki.

Menurut keterangan seorang dokter yang juga penumpang pesawat, diduga sebab medis kematian adalah serangan jantung. Almarhum dinyatakan wafat setelah awak pesawat Etihad Airways dan penumpang yang juga dokter, berusaha memberikan bantuan medis. Qadarallaah wa maa syaa fa’ala beliau wafat sebelum pesawat mendarat. Penerbangan tersebut menjadi penerbangan terakhir beliau sebelum meninggalkan dunia.

Menurut keterangan KBRI, semua jenazah yang wafat di dalam pesawat milik Uni Emirat Arab mendapatkan visum dan pemeriksaan forensik (pemeriksaan jenazah untuk memastikan sebab-sebab kematian) di rumah sakit resmi pemerintah UEA. Jenazah tertahan beberapa hari di Abu Dhabi. Visum dan prosedur resmi lain memerlukan waktu 3 sampai 4 hari. Selain itu, ada dokumen-dokumen lain yang harus dilengkapi.

Setelah menempuh kurang lebih tiga jam perjalanan dari bandara, setibanya di Sukabumi, jenazah disholatkan di Masjid Nurul Iman.

“Almarhum wafat dalam perjalanan tugas belajar ke Turki. Insya Allah beliau wafat dalam keadaan jihad fii sabilillah. Kesungguhan beliau dalam mengemban tugas dakwah sungguh luar biasa. Semoga hal tersebut menjadi pemberat timbangan amal di akhirat kelak. Saya dan semua yang ada di sini bersaksi bahwa almarhum adalah orang yang sangat baik. Semoga Allah pertemukan beliau dengan nabayyin, syuhada’, dan sholihin,” ungkap Ketua Bidang Organisasi Hidayatullah, Ust. Asih Subagyo dalam memberikan sambutan seusai sholat jenazah.

Almarhum meninggalkan seorang istri, dan empat orang anak. Menurut cerita yang dituturkan oleh istri almarhum kepada salah satu Pengurus Pusat Muslimat Hidayatullah, Ustadzah Rita sebelumnya merasa tidak yakin dengan perjalanannya ke Turki, hingga ia berada di pesawat. Di dalam pesawat, suami istri itu duduk berdampingan dan menghabiskan waktu dengan saling berbincang.

“Titip anak-anak, titip lembaga. Jika ada salah satu di antara kita yag meninggal lebih dulu, tidak boleh menyerah, harus melanjutkan perjuangan ini,” kenang Ustadzah Rita saat mengingat pesan yang disampaikan almarhum pada penerbangan yang menjadi pertemuan terakhir baginya. Tak ada yang menyangka, jika kalimat itu adalah pesan terakhir yang akan menjadi wasiat sepeninggal suaminya.

Beliau mengucapkan terima kasih banyak atas belasungkawa dan bantuan dari semua pihak yang membantu proses pemulangan jenazah.

“Terima kasih banyak atas semua bantuan yang diberikan. Mohon doanya, semoga Allah memberikan kekuatan dan kesabaran.” Meski terbata dan tak dapat membendung air matanya, namun senyum khas itu tak pernah hilang dari wajahnya.

Demikian Allah menakdirkan perjalanan kehidupan dan kematian bagi hamba-Nya. Yang tak ada seorang pun bisa memilih di mana tempat kelak ia menghadap Rabb-Nya. Semoga Allah menyayangi beliau, mengampuni seluruh dosa beliau, dan mengumpulkan beliau bersama para Nabi, Rasul, shiddiqin, syuhada, dan shalihin di jannah Firdaus tertinggi. Aamiiin Yaa Robbal ‘Aalamiin. */Arsyis M