MANOKWARI (Mushida.org) — Muslimat Hidayatullah (Mushida) Papua Barat menggelar kegiatan Dauroh Marhalah Wustha bertajuk “Meneguhkan Jatidiri Menuju Sukses Gerakan Tarbiyah” digelar selama 3 hari di Pondok Pesantren Hidayatullah Manokwari, Papua Barat, Jl. Trikora Arfai II Kel Anday Manokwari Papua Barat, 20-22 Dzulqaidah 1443 (19-21/6/2022).
“Diharapkan dari kegiatan ini semakin memantapkan jatidiri kader dalam mengejawantah nilai nilai ajaran Islam sehingga siap melahirkan kader-kader militan dan tangguh yang siap mengabdi untuk umat,” ujar Nadrah As, Ketua Mushida Papua Barat.
Ia mengatakan bahwa tujuan kegiatan ini untuk meningkatkan peran seorang muslimat dalam upaya membentuk karakter diri dan lingkungan dengan peradaban islami dengan mencetak murabbiyah yang visioner dan berintegritas tinggi.
Selanjutnya sambutan dari narasumber utama, Ustadzah Emi Pitoyanti. Ketua Majelis Murabbiyah Pusat (MMP) Muslimat Hidayatullah ini menekankan peranan dan fungsi murabbiyah sebagai kunci utama dalam urgensi halaqah dan metode dalam proses transfer ilmu kepada para mutarabbiyahnya.
“Dalam ungkapan yang populer disebutkan, bahwa metode lebih utama daripada materi pelajaran. Tapi guru atau murabbi lebih utama dari metode, sedangkan spiritual (ruh) murabbi lebih utama atas semuanya,” papar instruktur nasional Muslimat Hidayatullah ini.
Sehingga Daurah Murobbiyah ini, lanjutnya, adalah upaya untuk menerapkan pola di atas. “Bagaimana agar kegiatan ini mampu menghasilkan murabbiyah yang mumpuni,” imbuhnya.
Hal itu, terang dia, agar proses tarbiyah di Muslimat Hidayatullah melalui wadah marhalah dan halaqah, dapat berjalan dengan sangat baik, terstandardisasi dan mencapai tujuan yang diharapkan.
Ketua Majelis Murabbiyah Pusat ini juga menguatkan hal yang sama tentang pentingnya bagi seorang murabbiyah mengambil peranan penting dalam pembinaan muslimat dengan terus mengajar sambil belajar.
“Apa yang dilakukan ini adalah upaya standardisasi manajemen proses jenjang kekaderan. Sehingga, para muslimat yang tergabung dalam wadah organisasi Mushida betul-betul tersibghah pengetahuan dan pemahaman keislamannya dengan baik serta mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat,” terangnya.
Selain itu, Muslimat Hidayatullah juga diharapkan harus bisa menjadi ikon dakwah bil hal di tengah lingkungan mereka berada.
Sementara itu, Master Trainer Ustadzah Nur Iryani juga memberikan penguatan agar apapun kondisi yang terjadi di masyarakat, halaqah harus tetap berjalan. Tidak harus bertemu tatap muka, jika kondisi memang tidak memungkinkan halaqah tetap harus berjalan dengan memanfaatkan kemajuan di bidang teknologi, yaitu zoom meeting.
“Transformasi nilai-nilai perkaderan di lembaga ini harus terus berjalan kepada para muslimat yang sangat memiliki peran penting dalam mencetak peradaban Islam,” sambungnya.
Bagi Muslimat Hidayatullah, lanjut Iryani, seorang murabbiyah itu harus terus belajar, ibarat sebuah teko jika digunakan menyiram terus menerus namun tak pernah terisi, maka alama-lama akan habis. Kondisi tersebut, kata dia, menyebabkan kegiatan halaqah menjadi sesuatu yang sangat membosankan.
Oleh karenanya, terang Iryani, seorang murabbiyah harus terus belajar dan mengupgrade pengetahuannya agar kegiatan halaqah menjadi sesuatu yang sangat dirindu oleh para mutarabbiyahnya.
Dan hal yang paling penting bagi seorang murabbiyah, lanjut dia, adalah memiliki aura positif sehingga para mutarabbiyahnya merasakan ada kenyamanan yang luar biasa ketika dekat dengan murabbiyahnya.
“Aura positif itu tidak harus keluar biaya yang mahal seperti datang ke dokter kecantikan, tidak demikian. Namun semua bisa didapat dengan kekuatan ilahiyah, yaitu Gerakan Nawafil Hidayatullah,” pungkasnya.*/Hadrianti Rukmana