Melahirkan Kader

12 Juni 2022

Oleh : admin

mushida
Melahirkan Kader

Oleh: Sarah Zakiyah (Sekretaris Jendral PP Mushida)

Kader, menurut KBBI V adalah orang yang diharapkan akan memegang peran penting dalam pemerintahan, organisasi, atau semisalnya. Menurut PDO Muslimat Hidayatullah, kader adalah penggerak inti organisasi. Apapun istilah yang lahir dari kata ini, saya tidak ingin berpanjang kata untuk mengungkapkannya.

Lumrah bagi seorang pemimpin yang melahirkan ideologi untuk membangun suatu keberlangsungan hidup yang baik di suatu komunitas, menginginkan anak keturunannya mewarisi apa yang telah ia bangun. Anak-anak keturunan yang mengusung ideologi orang tuanya, itulah yang saya pahami sebagai kader biologis.

Bulan Dzulhijjah yang akan kita jelang bersama, menyuguhkan kepada kita harapan seorang nabi dan juga kader dakwah tauhidullah, Ibrahim ‘alaihissalam. Waktu beliau untuk menunggu lahirnya kader biologis itu sangatlah panjang. Ketika yang ditunggu telah lahir, ujian ketaatan pada Dzat Pemberi datang silih berganti. Beliau berhasil melewati ujian demi ujian tersebut. Beliau telah lulus menjadi kader dakwah yang dicintai dan terus disebut kebaikannya hingga berakhirnya masa dunia.

Terkait dengan kader biologis yang beliau dambakan, bait-bait doa beliau menghiasi lembaran mushaf yang kita baca saat ini. Harapan-harapan agar anak keturunan beliau mampu meneruskan estafeta dakwah tauhidullah itu selalu beliau labuhkan pada Allah SWT.

Harapan-harapan itu dapat kita baca di surah Ibrahim dari ayat 35-41

(وَإِذۡ قَالَ إِبْرٰهِيْمُ رَبِّ ٱجۡعَلۡ هَذَا ٱلۡبَلَدَ ءَامِنࣰا وَٱجۡنُبۡنِی وَبَنِیَّ أَن نَّعۡبُدَ ٱلۡأَصۡنَامَ ۝ رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضۡلَلۡنَ كَثِیرࣰا مِّنَ ٱلنَّاسِۖ فَمَن تَبِعَنِی فَإِنَّهُۥ مِنِّیۖ وَمَنۡ عَصَانِی فَإِنَّكَ غَفُورࣱ رَّحِیمࣱ ۝ رَّبَّنَاۤ إِنِّیۤ أَسۡكَنتُ مِن ذُرِّیَّتِی بِوَادٍ غَیۡرِ ذِی زَرۡعٍ عِندَ بَیۡتِكَ ٱلۡمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِیُقِیمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱجۡعَلۡ أَفۡئدَةࣰ مِّنَ ٱلنَّاسِ تَهۡوِیۤ إِلَیۡهِمۡ وَٱرۡزُقۡهُم مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمۡ یَشۡكُرُونَ ۝ رَبَّنَاۤ إِنَّكَ تَعۡلَمُ مَا نُخۡفِی وَمَا نُعۡلِنُۗ وَمَا یَخۡفَىٰ عَلَى ٱللَّهِ مِن شَیۡءࣲ فِی ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِی ٱلسَّمَاۤءِ ۝ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ ٱلَّذِی وَهَبَ لِی عَلَى ٱلۡكِبَرِ إِسۡمَاعِیلَ وَإِسۡحَاقَۚ إِنَّ رَبِّی لَسَمِیعُ ٱلدُّعَاۤءِ ۝ رَبِّ ٱجۡعَلۡنِی مُقِیمَ ٱلصَّلَوٰة وَمِن ذُرِّیَّتِیۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلۡ دُعَاۤءِ ۝ رَبَّنَا ٱغۡفِرۡ لِی وَلِوَ ٰ⁠لِدَیَّ وَلِلۡمُؤۡمِنِینَ یَوۡمَ یَقُومُ ٱلۡحِسَابُ)

Beliau memohon pada Allah SWT agar ia dan keturunannya dijauhkan dari penyembahan berbagai bentuk berhala juga meminta agar ia dan keturunannya selalu menjaga sholat dengan tetap mendirikannya.

Yang patut kita renungkan dari harapan-harapan beliau kepada keturunan beliau agar kelak menjadi kader idologi yang ia emban adalah, kegigihan beliau membimbing dan mendoakan. Cuplikan-cuplikan dialog beliau kepada Ismail dalam al-Quran, menunjukkan bahwa beliau selalu menanamkan dalam diri Ismail karakter tauhid, meyakinkan kepadanya bahwa jalan ideologi yang mereka usung adalah jalan yang benar. Hingga Ismail memiliki keyakinan yang bulat tanpa cela pada Allah SWT dan jalan ideologi tauhid yang ayahnya lalui.

Tongkat ideologi itu akhirnya terus berlanjut hingga nabi terakhir, Muhammad SAW diutus.

Jika keturunan Nabi Ibrahim AS adalah potret kader biologis yang dapat dilihat kekaderannya sejak kecil, kita beralih ke satu kisah lain yang harus menunggu waktu agar keyakinan terhadap jalan ideologi sang bapak dapat dipahami.

Sebutlah kisah Abdurrahman bin Abu Bakar ash-shiddiq. Ketika tabuh perang Badar mulai dibunyikan, Abdurrahman maju dan ayahnya bersedia untuk mubarozah dengannya, duel penanda perang dimulai. Tak cukup hanya di Badar. Saat perang uhud, Abdurrahman adalah salah satu pasukan pemanah kuffar quraisy yang memerangi muslimin.

Jalan ideologi ayahnya yang juga orang nomor satu Rasulullah SAW itu tidak serta merta diikuti oleh anaknya. Tidak saja menolak, tapi justru memerangi. Sebagai orang tua, yang pasti memiliki harapan kebaikan untuk anak keturunannya, saya yakin Abu Bakar radhiyallahu anhu tidak pernah melepas Abdurrahman dalam bait-bait doa kebaikannya.

Akhirnya, doa itu terwujud tujuh belas tahun setelah jalan ideologi yang mereka telusuri berbeda.

Ismail dan Abdurrahman adalah contoh pewaris ideologi yang diusung oleh orang tua mereka. Dalam perjalanan sejarah kita juga membaca kisah Kan’an yang lahir dan dididik oleh seorang Nabi tapi justru menjadi penentang keras ideologi ayahnya. Juga tentang kisah pengusung ideologi watsaniy/berhala ternama semisal Azar, tidak dapat mewariskan ideologinya kepada Ibrahim AS.

Tiga cuplikan kisah pengusung ideologi tauhid di atas cukup memberi pelajaran kepada kita bahwa menanamkan ideologi pada anak biologis dan melahirkan kader ideologis bukanlah pekerjaan yang ringan. Usaha ke arah tersebut membutuhkan doa, ilmu, usaha, dan doktrin yang terus menerus ditanamkan pada anak biologis dan calon kader ideologis. Persiapan untuk melahirkan kader tidak cukup dilakukan setahun dua tahun, tapi harus dicanangkan dari sejak berdirinya komunitas atau organisasi. Ketika para pemimpin terlambat untuk menyiapkan kader, maka sudah dipastikan kepunahan komunitas atau organisasi tersebut.