Alhamdulillah, berkat izin Allah, Departemen Perkaderan PP Muslimat Hidayatullah dapat kembali menyelenggarakan Pengayaan Pra Daurah Marhalah Wustha yang kedua kalinya yang berlangsung selama 2 hari pada tanggal 2-3 Juli 2022, setelah yang perdana dilaksanakan tahun 2021 yang lalu. Pengayaan Pra Daurah Marhalah Wustha tahun ini mengangkat tema, “Meningkatkan Pemahaman Manhaj Sistematika Wahyu Demi Sukses Tarbiyah.”
Pengayaan Pra Daurah Marhalah Wustha Tahun 2022 ini terdiri dari 6 sesi, yakni sesi 1: Pengantar Sistematika Wahyu, Sesi 2: Pendalaman QS. Al Alaq 1-5 (Menjadi Pribadi Bertauhid Melalui Iqra’), Sesi 3: Pendalaman QS. Al Qalam 1-7 (Menjadi Pribadi Berakhlak dan Bervisi Hidup Qur’ani), Sesi 4: Pendamalan QS. Al Muzzammil 1-10 (Melahirkan Kekuatan Ruhiyah Dengan 7 Amalan Al Muzzammil), Sesi 5: Pendalaman QS. Al Muddatstsir 1-7 (Menjadi Pribadi Mujahid Dakwah), dan Sesi 6 yang juga merupakan sesi pamungkas: Pendalaman QS. Al Fatihah 1-7 (Berislam Secara Kaffah Dalam Bingkai Hidup Berjama’ah). Pemateri pada Pengayaan kali ini yaitu, Ust. Naspi Arsyad, Lc., Ust. Dr. Tasyrif Amin, M.Pd.I., Ustadzah Hani Akbar, S.Sos.I., Ustadzah Ir. Emi Pitoyanti serta Ustadzah Ir. Amalia Husnah Bahar.
Pengayaan Pra Daurah Marhalah Wustha ini selain bertujuan untuk meningkatkan dan menyegarkan wawasan dan pemahaman manhaj sistematika wahyu para kader alumni Daurah Marhalah Ula, juga sebagai persyaratan untuk melanjutkan ke jenjang perkaderan berikutnya, yakni Daurah Marhalah Wustha.
Ketua Departemen Perkaderan Muslimat Hidayatullah, Zahratun Nahdhah, S.H.I. dalam sambutannya pada acara Pembukaan Pra Daurah Marhalah Wustha yang diikuti oleh kurang lebih 500-an peserta secara daring melalui platform Zoom Meeting ini menyatakan bahwa salah satu program atau gerakan mainstream Hidayatullah adalah tarbiyah. Tarbiyah merupakan sebuah keniscayaan, jika kita ingin melakukan takwiinusy syakhshiyyatil Islamiyyah, atau pembentukan kepribadian Islami. Untuk membentuk pribadi muslim yang ideal, atau yang lebih spesifik lagi, membentuk kader yang ideal, itu harus melalui proses tarbiyah yang intens.
“Sedangkan proses tarbiyah terbaik adalah dengan merujuk bagaimana Allah mentarbiyah sosok manusia terbaik yang pernah ada, yakni Nabi Muhammad SAW. Karena Nabi sendiri pernah mengungkapkan, “addabaanii Rabbii fa ahsana ta’diibihii.” Rabbku telah mendidikku dengan sebaik baik pendidikan,” terangnya.
Lanjutnya, Rasulullah mentarbiyah para sahabat dengan menggunakan pola yang sama sebagaimana Allah mentarbiyahnya. Hasil tarbiyah itu yang kemudian menghasilkan satu generasi yang disebut sebagai khairul quruun. Generasi terbaik sepanjang sejarah.
“Mereka adalah generasi yang memiliki karakteristik seperti yang terangkum dalam 5 surat yg pertama kali turun: shahihun fil aqidah, lurus dan kuat akidahnya. Mutakhalliqun bil Qur’an, berakhlak dan berprilaku Qur’ani. Mujiddun fil ‘ibadah. Bersungguh sungguh dalam beribadah. Mujahid fi sabililah. Bermental mujahid, memiliki daya juang tinggi dalam berjihad fi sabilillah. Dan multazimun bil jamaah. Memiliki komitmen dan loyalitas tinggi terhadap jamaah,” tuturnya.
Lebih lanjut, ia menyitir sebuah perkataan Imam Malik
Lan yushliha akhira hadzihil ummah illa man ashlaha awwaluha
Tidak akan bisa memperbaiki kondisi orang-orang yang datang kemudian/belakangan, kecuali dengan apa yang telah memperbaiki kondisi orang pertamanya/sebelumnya.
Maksudnya, jika ingin memperbaiki kondisi ummat saat ini, maka belajarlah, berittiba’lah, merujuklah pada cara/pola/metodologi/sistem yang telah terbukti pernah berhasil mengubah dan memperbaiki kondisi ummat sebelum ini.
Dalam sejarah peradaban dunia, tidak ada tokoh atau figur yang lebih berhasil dari Nabi Muhammad SAW dalam memperbaiki kondisi suatu ummat. Terbukti, masyarakat super jahiliyah seperti kaum Quraisy kemudian bisa disulap menjadi generasi terbaik sepanjang sejarah, hanya dalam kurun waktu 23 tahun.
Karena itulah, tutur Alumni STIS Hidayatullah ini, Hidayatullah dalam menjalankan gerakan tarbiyahnya berupaya untuk berittiba’ atau merujuk kepada pola tarbiyah yang pernah dipraktikkan oleh Rasulullah, yang oleh para founding fathers Hidayatullah dirumuskan dalam sebuah pola dasar yang disebut sistematika wahyu, dengan mengambil intisari dari 5 surat yang pertama kali turun.
“Muslimat Hidayatullah sebagai Organisasi Pendukung Hidayatullah tentunya berkewajiban untuk mendukung dan menyukseskan gerakan tarbiyah sebagai program mainstream Hidayatullah,” tegasnya di hadapan para peserta yang merupakan para alumni Daurah Marhalah Ula yang berasal dari berbagai daerah di seluruh nusantara tersebut.
Lebih jauh lagi, para kader alumni Daurah Marhalah Ula dan juga Daurah Marhalah Wustha merupakan garda terdepan untuk menyukseskan program mainstream lembaga. Karena kader adalah inti penggerak organisasi.
Oleh karena itu, seorang kader harus benar-benar memahami Sistematika Wahyu sebagai pola dasar perjuangan Hidayatullah. Dan bukan sebatas memahami saja, tetapi yang lebih penting lagi adalah mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari hari.
“Seorang kader juga harus mampu mentransfer atau menyampaikan keunggulan manhaj kita kepada orang lain. Untuk bisa menyampaikan kepada orang lain, tentu kita sendiri harus benar-benar memahami dan memiliki wawasan tentang manhaj ini. Karena, faaqidusy syai’ laa yu’thii. Orang yang tidak memiliki sesuatu, tidak akan bisa memberikan sesuatu itu kepada yang lain. Bagaimana kita mau menyampaikan dan memahamkan manhaj ini kepada orang lain, kalau kita sendiri tidak benar-benar memahaminya,” imbuhnya.
Ia juga menambahkan bahwa wawasan dan pemahaman manhaj seorang kader tidak boleh stagnan atau berhenti di tempat. Melainkan harus terus menerus disegarkan, diupgrade, dipertajam, melalui halaqah-halaqah rutin, pengajian-pengajian, ataupun pengayaan seperti ini.
“Inilah salah satu alasan dilaksanakannya Pengayaan Pra Daurah Marhalah Wustha. Diharapkan setelah mengikuti pengayaan ini, peserta semakin meningkat pemahaman manhajnya, semakin bertambah semangat juangnya, semakin kuat dan kokoh spiritualnya, dan tentunya menjadi semakin siap mengikuti jenjang perkaderan selanjutnya yaitu Daurah Marhalah Wustha,” pungkasnya.*/ Zahratun Nahdhah