Pengayaan Jati Diri merupakan salah satu program Departemen Perkaderan PP Muslimat Hidayatullah, dengan sasaran pesertanya secara spesifik adalah para kader alumni Daurah Marhalah Wustha.
Sebagaimana yang diketahui, Hidayatullah memiliki enam jati diri yang menjadi khittah, prinsip, identitas dan ciri khas Hidayatullah, yang menjadi rujukan dalam pola gerak, pola tarbiyah dan pola dakwah Hidayatullah selama ini.
Jati diri ini juga yang membedakan Hidayatullah dengan harakah-harakah yang lain. Keenam jati diri ini tentunya harus benar-benar dipahami oleh setiap kader, dan mewarnai setiap langkah kita, gerak laku kita dalam berjuang di lembaga ini.
Departemen Perkaderan PP Muslimat Hidayatullah mengadakan Webinar Pengayaan Jati Diri Seri 1 dengan tema “Meneguhkan Jati Diri Kader Muslimat Hidayatullah Menuju Sukses Tarbiyah dan Dakwah” pada Ahad, 1 September 2024. Webinar ini dihadiri oleh lebih dari 570 peserta kader Muslimat Hidayatullah di seluruh provinsi Indonesia.
Jati diri adalah gambaran, ciri khas, prinsip dan identitas yang menandai suatu kelompok, golongan atau suatu bangsa.
Jati diri Hidayatullah, yakni Sistematika Wahyu, Ahlu Sunnah wal Jama’ah, Harakah Al-Jihadiyah, Imamah Jama’ah, Jama’atun minal Muslimin dan Wasathiyah.
Ketua Umum PP Mushida, Ustadzah Hani Akbar dalam materinya menguraikan jati diri, Sistematika Wahyu yaitu manhaj tarbiyah dan dakwah. Ahlu Sunnah wal Jama’ah dengan meneguhkan diri sebagai pelestari dan pelanjut Nabi, dengan berpegang teguh pada Sunnah dan berkomitmen untuk senantiasa menegakkan hidup berjamaah.
“Harakah Al-Jihadiyah Al-Islamiyah sebagai penerimaan dan kesiapan bergerak dalam kerangka idealitas Islam. Jati diri keempat Imamah Jamaah dengan membangun kesatupaduan dan keteraturan dalam sebuah kepemimpinan,” urainya.
Adapun Jamaatun Minal Muslimin untuk berjuang mengembalikan kepemimpinan Islam. Terakhir, Wasathiyyah dengan bersikap adil dan pertengahan. Tidak ifrath (berlebihan dalam mengamalkan agama), tidak juga tafrith (terlalu longgar dan meremehkan dalam beragama), tasyaddud (memberatkan) dan tidak pula tasahhul (bermudah-mudah, melonggar-longgarkan).
“Untuk merawat eksistensi Hidayatullah, dapat dilakukan dengan tiga cara, internalisasi jati diri, membuat regulasi, dan menjaga kultur-kultur positif yang ada di Hidayatullah,” pungkasnya.
Kajian-kajian jati diri, pengayaan jati diri, dan lain sebagainya itu adalah sebuah kebutuhan, agar semua kader bisa terus menyegarkan dan menajamkan pemahaman mengenai jati diri Hidayatullah.
“Diharapkan dari pemahaman yang kuat akan lahir internalisasi. Dan dari internalisasi insya Allah akan mewujud dalam aplikasi dan implementasi,” tutur Zahratun Nahdhah, Ketua Departemen Perkaderan PP Mushida.
*/Zahratun Nahdhah